Puncak Musim Haji 2025 Telah Tiba, Bagaimana Aspek Perpajakannya?

Jakarta – Puncak musim haji tahun 2025 telah tiba. Ribuan jemaah haji Indonesia memadati Tanah Suci untuk menjalankan rukun Islam kelima yang hanya diwajibkan bagi umat Islam yang mampu secara fisik dan finansial. Bersamaan dengan itu, banyak masyarakat yang mempertanyakan bagaimana aspek perpajakan dalam pelaksanaan ibadah haji ini. Berikut ini penjelasan lengkapnya.

Pemerintah melalui Kementerian Agama telah menetapkan total kuota haji Indonesia tahun ini sebanyak 221.000 orang, terdiri dari 203.320 jemaah haji reguler dan 17.680 jemaah haji khusus. Sejak 1 Mei 2025, pemberangkatan jemaah dari 14 embarkasi nasional telah dilakukan secara bertahap.

Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2025 tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1446 Hijriah/2025 Masehi (Keppres 6/2025) yang menjadi dasar bagi pembiayaan perjalanan ibadah haji tahun ini.

Sebagai contoh, biaya perjalanan ibadah haji (bipih) untuk embarkasi Jakarta ditetapkan sebesar Rp58.875.751,00 yang mencakup biaya penerbangan, sebagian akomodasi di Makkah dan Madinah, serta biaya hidup (living cost).

Perjalanan Ibadah Haji Kena PPN?

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 92/PMK.03/2020 tentang Kriteria dan/atau Rincian Jasa Keagamaan yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai/PPN (PMK 92/2020). Dalam aturan tersebut, jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan oleh pemerintah maupun biro perjalanan wisata termasuk jasa yang tidak dikenai PPN. Ini artinya, biaya perjalanan ibadah haji yang dibayarkan oleh jemaah, baik haji reguler maupun haji khusus, tidak dikenakan PPN.

Kebijakan ini memberikan kepastian hukum dan kemudahan bagi jemaah, karena tidak ada tambahan beban PPN pada biaya perjalanan ibadah haji. Namun, jika biro perjalanan wisata juga menawarkan paket perjalanan ke tempat lain selain ibadah haji dalam satu paket perjalanan, maka biaya perjalanan ke tempat lain tersebut dapat dikenakan PPN.

Berdasarkan Pasal 17 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11 Tahun 2025 tentang Ketentuan Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak dan Besaran Tertentu Pajak Pertambahan Nilai (PMK 11/2025), jika tagihan paket perjalanan dirinci, maka tarif PPN untuk perjalanan ke tempat lain adalah 1,1 persen dari harga jual paket perjalanan ke tempat lain. Namun, apabila tagihan tidak dirinci, maka tarif PPN terutang sebesar 0,55 persen dari harga jual keseluruhan paket perjalanan.

Sebagai ilustrasi, biro perjalanan wisata Ar Rahman menawarkan paket umrah dan perjalanan wisata ke Turki selama 10 hari. Perincian biaya untuk perjalanan umrah Rp30.000.000, sedangkan perjalanan ke Turki Rp20.000.000. Dalam hal ini, perjalanan umrah senilai Rp30.000.000 tidak dikenakan PPN, sedangkan perjalanan wisata ke Turki dikenakan PPN sebesar 1,1 persen atau Rp220.000.

Dengan demikian, penyelenggaraan ibadah haji yang dilaksanakan pemerintah atau biro perjalanan wisata tidak dikenakan PPN, sehingga biaya perjalanan haji bagi jemaah tetap lebih terjangkau. Hal ini diharapkan dapat membantu masyarakat melaksanakan ibadah haji dengan lebih ringan, sekaligus menjadi stimulus bagi pertumbuhan bisnis biro perjalanan ibadah dan wisata yang sehat dan tertib administrasi perpajakan.

 

Sumber: https://www.pajak.com/pajak/puncak-musim-haji-2025-telah-tiba-bagaimana-aspek-perpajakannya/

Tags :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *