Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengungkapkan, dampak bermasalahnya sistem coretax terhadap penerimaan pajak akan terlihat pada akhir bulan nanti. Ia mengaku masih memperhitungkan keseluruhan pelaporan pajak, misalnya pelaporan SPT masa PPN yang masih harus dilaporkan paling lambat tanggal 15 Februari, demikian juga penyetoran pajak masa lainnya yang jatuh tempo pada tanggal 15 bulan berikutnya, seperti PPh Pasal 4,15, 21, 22, 23, 25, 26, pajak penjualan, PPN kms, bea meterai yang dipungut, sampai pajak karbon yang dipungut. “Karena yang Januari lapornya di bulan Februari kan, seperti PPh, PPN kan lapornya di Januari. Nanti kita lihat ya, tanggal 15, tanggal akhir bulan Februari nanti kami coba lihat ya kira-kira pergerakannya,” kata Suryo seusai rapat dengar pendapat tentang coretax dengan Komisi XI DPR di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (10/2/2025). Komisi XI DPR dan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan sebelumnya telah menyelesaikan rapat dengar pendapat terkait permasalahan sistem coretax yang kerap muncul sejak diimplementasikan ke publik sejak 1 Januari 2025. Hasil dari rapat selama 4 jam itu menghasilkan desakan dari para anggota Komisi XI DPR supaya sistem coretax ditunda implementasinya sampai perbaikan sistemnya selesai, selain itu supaya sistem yang lama, yakni DJP Online bisa digunakan untuk keperluan administrasi pajak para wajib pajak. “Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan agar memanfaatkan kembali sistem perpajakan yang lama, sebagai antisipasi dalam mitigasi implementasi Coretax yang masih terus disempurnakan agar tidak mengganggu kolektivitas penerimaan pajak,” kata Ketua Komisi XI DPR Misbakhun seusai rapat yang digelar sejak pukul 10.25 WIB sampai 14.50, Senin (10/2/2025). Misbakhun mengatakan, Direktorat Jenderal Pajak dalam rapat itu juga telah diminta para anggota dewan untuk menyiapkan roadmap implementasi coretax berbasis resiko yang paling rendah dan mempermudah Pelayanan terhadap Wajib Pajak. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan juga telah diminta untuk tidak mengenakan sanksi terhadap Wajib Pajak yang diakibatkan oleh gangguan penerapan sistem Coretax pada tahun 2025. “Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dalam rangka penyempurnaan sistem Coretax wajib memperkuat Cyber Security,” tuturnya. Misbakhun menekankan, pihaknya dalam rapat itu juga telah meminta Direktorat Jenderal Pajak melaporkan perkembangan sistem Coretax kepada Komisi XI DPR RI secara berkala. “Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan akan menyampaikan jawaban tertulis atas pertanyaan dan tanggapan Pimpinan dan Anggota Komisi XI DPR RI paling lama tujuh hari kerja,” ungkap Misbakhun. Sumber: https://www.cnbcindonesia.com/news/20250210172318-4-609511/coretax-bermasalah-nasib-setoran-pajak-awal-tahun-gimana
DJP Bakal Gunakan “Core Tax” dan Sistem Lama Secara Paralel untuk Jaga Penerimaan Pajak
Pajak.com, Jakarta – Komisi XI DPR meminta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan untuk tetap memanfaatkan sistem perpajakan lama sebagai langkah mitigasi dalam penerapan core tax yang dilaporkan mengalami hambatan. Langkah ini diambil guna memastikan bahwa proses administrasi perpajakan tetap berjalan lancar dan tidak mengganggu penerimaan negara. Keputusan ini merupakan hasil kesepakatan antara Komisi XI DPR dan DJP dalam rapat dengar pendapat pada Senin (10/2/2025) kemarin, di mana core tax akan digunakan secara bertahap dan paralel dengan sistem informasi DJP/SIDJP. “Direktur Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan agar memanfaatkan kembali sistem perpajakan yang lama, sebagai antisipasi dalam mitigasi implementasi core tax,” kata Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun dalam konferensi pers, dikutip Pajak.com pada Selasa (11/2/2025). Menurut Misbakhun, DJP juga memastikan bahwa penerapan sistem teknologi informasi (TI) apa pun tidak akan berdampak negatif terhadap kolektivitas penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2025. Selain itu, DPR juga memastikan bahwa DJP tidak mengenakan sanksi bagi Wajib Pajak jika terjadi gangguan akibat penerapan sistem core tax pada tahun 2025. Langkah ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan kenyamanan bagi Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. “Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan tidak mengenakan sanksi terhadap Wajib Pajak yang diakibatkan oleh gangguan penerapan sistem core tax pada tahun 2025,” imbuhnya. Sebagai bagian dari transparansi dan pengawasan, DPR meminta DJP untuk melaporkan perkembangan implementasi core tax kepada Komisi XI secara berkala. Dengan demikian, DPR dapat memastikan bahwa sistem ini benar-benar siap sebelum sepenuhnya menggantikan sistem lama. Kesepakatan ini menjadi langkah strategis dalam reformasi administrasi perpajakan di Indonesia. Dengan penggunaan sistem baru dan lama secara paralel, diharapkan proses transisi berjalan lebih lancar tanpa menghambat kinerja penerimaan pajak nasional. Sebelumnya, Ekonom LPEM FEB Universitas Indonesia (UI) Teuku Riefky menilai, perbaikan sistem perpajakan seperti core tax sangat penting dalam mengoptimalkan penerimaan negara. Menurutnya, langkah ini dapat meningkatkan efisiensi administrasi pajak serta memperkuat kepatuhan Wajib Pajak. Pernyataan tersebut disampaikan Riefky untuk merespons berbagai kendala teknis dalam implementasi core tax yang mulai diterapkan DJP sejak 1 Januari 2025 ini. Sejumlah Wajib Pajak mengeluhkan gangguan sistem, waktu respons yang lambat, serta ketidaksesuaian data akibat transisi dari sistem lama ke core tax. Masalah ini berdampak pada kelancaran pelaporan pajak dan menimbulkan frustrasi di kalangan pengguna, terutama menjelang tenggat waktu pelaporan. Padahal, lanjut Riefky, jika core tax dapat berjalan optimal, sistem ini diproyeksikan mampu meningkatkan rasio pajak Indonesia hingga dua poin persentase dari 10,31 persen pada 2023, angka yang masih tergolong rendah dibandingkan negara lain di kawasan. Ia memperkirakan, peningkatan ini berpotensi menghasilkan tambahan penerimaan sebesar Rp1.500 triliun dalam lima tahun ke depan. “Integrasi ini bertujuan mengurangi beban administrasi, menekan biaya kepatuhan, serta meningkatkan interaksi antara Wajib Pajak dan otoritas pajak. Dengan sistem yang lebih efisien, pemerintah berharap kepatuhan pajak dapat meningkat,” ujar Riefky dalam keterangan resminya, Rabu (5/2). Namun, ia menegaskan bahwa peningkatan penerimaan negara melalui digitalisasi perpajakan harus diimbangi dengan kebijakan lain yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan menarik investasi. Sumber: https://www.pajak.com/pajak/djp-bakal-gunakan-core-tax-dan-sistem-lama-secara-paralel-untuk-jaga-penerimaan-pajak/