PER-8/PJ/2025 Terhitung mulai tanggal 21 Mei 2025, Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dicabut

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi mencabut Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-51/PJ/2009. Kebijakan tersebut sebelumnya mengatur besaran kupon makan/minum bagi pegawai, penetapan area tertentu, serta pembatasan fasilitas dan amenitas di lokasi kerja. Ketentuan dalam PER-51/PJ/2009 terkait biaya pemberian manfaat berupa natura dan/atau kenikmatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja. Pencabutan kebijakan tersebut dilakukan menyusul diundangkannya PER-8/PJ/2025 pada 21 Mei 2025. Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:… Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-51/PJ/2009… dicabut dan dinyatakan tidak berlaku berdasarkan bunyi Pasal 147 angka 2 PER-8/PJ/2025. PER-51/PJ/2009 merupakan petunjuk pelaksanaan dari PMK 83/2009. Pada dasarnya, PER-51/PJ/2009 merinci ketentuan besaran kupon makan dan/atau minuman serta natura dan/atau kenikmatan di daerah tertentu yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja. Berdasarkan PER-51/PJ/2009, nilai kupon makan dan/atau minuman yang diberikan kepada pegawai yang karena sifat pekerjaannya tidak dapat memanfaatkan penyediaan makanan dan/atau minuman di kantor dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja, sepanjang nilainya wajar. Mengacu pada Pasal 2 ayat (2) PER-51/PJ/2009, nilai kupon dapat dianggap wajar apabila nilai kupon tersebut tidak melebihi pengeluaran untuk penyediaan makanan dan/atau minuman per pegawai yang disediakan oleh pemberi kerja di tempat kerja (kantor). Selanjutnya, sesuai dengan ketentuan PMK 83/2009, imbalan atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau benefit yang terkait dengan pelaksanaan pekerjaan di bidang tertentu dapat berupa pengurangan penghasilan bruto. Nah, PER-51/PJ/2009 merinci ketentuan penetapan bidang tertentu, tata cara pengajuan permohonan penetapan sebagai bidang tertentu, serta batasan sarana dan prasarana yang disediakan. Sejatinya, ketentuan yang diatur dalam PER 51/PJ/2009 sudah tidak relevan lagi semenjak diundangkannya UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), Peraturan Pemerintah (PP) 50/2022, dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 66/2023. Pemberlakuan UU HPP, PP 50/2022, dan PMK 66/2023, memungkinkan perusahaan untuk membebankan segala biaya yang berkaitan dengan pemberian manfaat dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan kepada pekerjanya sepanjang merupakan biaya untuk memperoleh, menagih, dan memelihara penghasilan. Dengan demikian, pemberlakuan UU HPP dan peraturan turunannya tersebut menjadikan ketentuan dalam PER51/PJ/2009 tidak berlaku lagi. Namun, UU HPP, PP 50/2022, dan PMK 66/2023 tidak secara tegas mencabut PER-51/PJ/2009. Dengan demikian, pemberlakuan PER-8/PJ/2025 sejak tanggal 21 Mei 2025 menjadi legitimasi pencabutan ketentuan dalam PER-51/PJ/2009.

Pengisian Alamat Pembeli pada Faktur Pajak Sesuai PER-11/2025

Ketentuan Umum Pengisian Alamat Pembeli Lampiran D PER-11/2025 menjelaskan bahwa alamat biasanya ditulis terlebih dahulu dengan nama jalan dan diikuti dengan nomor bangunan, nomor RT dan RW, nama kecamatan/desa, kecamatan, dan kabupaten/kota, serta diakhiri dengan kode pos. Nama kawasan/wilayah seperti apartemen, gedung perkantoran, atau kompleks perumahan dapat ditulis sebelum nama jalan. Jika tidak ada nama jalan atau tidak berada pada jalan tertentu dan tidak memiliki nomor bangunan, alamat minimal harus mencantumkan nomor RT dan RW, nama kecamatan/desa, kecamatan, dan kabupaten/kota, serta diakhiri dengan kode pos. BKP/JKP Diterima di Tempat Selain Tempat Tinggal/Kedudukan Dalam kondisi tertentu, penerimaan BKP atau JKP dapat terjadi di tempat yang berbeda dengan tempat tinggal/kedudukan pembeli. Misalnya, PKP A berdomisili di Kota B. Pembelian BKP dilakukan di Kota C. Dalam hal BKP/JKP dikirim/diserahkan ke daerah atau tempat tertentu yang menerima fasilitas PPN Tidak Dipungut (misalnya Kawasan Berikat) yang berbeda dengan tempat tinggal, dan penyerahan tersebut menerima fasilitas PPN Tidak Dipungut, alamat yang dicantumkan adalah alamat tempat kegiatan usaha (TKU) yang menerima BKP/JKP. Apabila penyerahan tersebut tidak menerima fasilitas PPN Tidak Dipungut, penjual dapat mencantumkan alamat tempat tinggal/kedudukan atau TKU yang menerima BKP/JKP. Sedangkan apabila penyerahan dilakukan di tempat selain tempat tinggal/kedudukan, dan bukan daerah tertentu, pengisian alamat tidak bergantung pada fasilitasnya. Penjual dapat mencantumkan alamat tempat tinggal/kedudukan atau TKU yang menerima BKP/JKP pada faktur pajak.

Persyaratan Menjadi Kuasa Hukum Pajak Ditambahkan, Kemenkeu Akan Rilis PMK Baru

JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan berencana menambah persyaratan yang harus dipenuhi seseorang untuk menjadi kuasa hukum di Pengadilan Pajak. Topik ini menjadi salah satu ulasan media nasional hari ini, Jumat (20/6/2025). Persyaratan tambahan tersebut tertuang dalam RPMK tentang Persyaratan, Permohonan, Perpanjangan, dan Pencabutan Jabatan sebagai Kuasa Hukum di Pengadilan Pajak. RPMK ini akan menggantikan PMK 184/2017 tentang Persyaratan Menjadi Kuasa Hukum di Pengadilan Pajak. “Latar belakang penyempurnaan PMK ini adalah untuk memberikan perlindungan kepada para pencari keadilan dan meningkatkan kualitas para kuasa hukum itu sendiri sehingga proses penyelesaian sengketa di Pengadilan Pajak menjadi lebih efektif dan cepat,” kata Sekretaris Pengganti Sekretariat Pengadilan Pajak Roni Ziyardi Yasmi. Sesuai dengan Pasal 34 ayat (2) UU 14/2002 tentang Pengadilan Pajak, penasihat hukum di Pengadilan harus memenuhi 3 persyaratan, yaitu merupakan warga negara Indonesia, memiliki pengetahuan dan keahlian yang luas di bidang peraturan perpajakan, dan memenuhi persyaratan lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Dalam RPMK yang disusun oleh Kementerian Keuangan, terdapat 2 persyaratan yang harus dipenuhi agar seseorang dapat dianggap memiliki pengetahuan dan keahlian yang luas di bidang peraturan perpajakan. Pertama, seorang penasihat hukum pajak harus memiliki sertifikat kompetensi (SKK) atau memiliki izin praktik konsultan pajak. SKK merupakan surat yang menyatakan bahwa seseorang memiliki kompetensi tertentu di bidang perpajakan. Persyaratan lain yang harus dipenuhi oleh penasihat hukum di Pengadilan Pajak, yaitu: 1. orang pribadi yang akan menjadi penasihat hukum tidak berasal dari keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua, pegawai, atau wali; 2. berpendidikan sarjana/diploma IV dari perguruan tinggi yang terakreditasi; 3. terdaftar sebagai wajib pajak dan melaksanakan kewajiban perpajakannya; 4. berkelakuan baik; 5. tidak pernah dihukum berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih; 6. tidak berstatus pegawai negeri sipil atau pejabat negara; 7. jujur, bertanggung jawab, adil, dan berintegritas tinggi; dan 8. bersedia membuat akun dan menggunakan sistem informasi (e-tax court) yang disediakan oleh Pengadilan Pajak. Tidak hanya itu, RPMK juga membagi izin kuasa pajak menjadi 3 tingkatan, yaitu tingkatan A, B, dan C. Berbeda dengan izin kuasa pajak, izin kuasa bea dan cukai tidak dibagi ke dalam tingkatan.