SPT Tahunan Era Coretax, Koreksi Fiskal Diperinci per Akun Lapkeu

SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan kini tidak memiliki lampiran khusus untuk melakukan koreksi fiskal atas penghasilan neto komersial. Merujuk pada Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER 11/PJ/2025, koreksi fiskal positif maupun negatif langsung dilakukan pada bagian laporan laba rugi dalam lampiran rekonsiliasi laporan keuangan, yakni Lampiran 3A-1 hingga 3A-3 pada SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi dan Lampiran 1A hingga 1L pada SPT Tahunan wajib pajak badan. “Laporan laba rugi termasuk: penghasilan yang dikenakan PPh yang bersifat final; penghasilan yang tidak termasuk objek pajak; penyesuaian fiskal positif atas penghasilan dan biaya komersial; penyesuaian fiskal negatif atas penghasilan dan biaya komersial; penghasilan neto fiskal sebelum fasilitas pajak,” bunyi Lampiran H PER-11/PJ/2025, dikutip pada Kamis (5/6/2025). Merujuk pada format Lampiran 3A-1 hingga 3A-3 pada SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi dan Lampiran 1A hingga 1L pada SPT Tahunan wajib pajak badan, koreksi fiskal positif dan negatif harus diperinci dalam kolom penyesuaian fiskal positif dan kolom penyesuaian fiskal negatif untuk setiap akun laporan laba rugi. Koreksi fiskal positif adalah penyesuaian penghasilan neto komersial yang bersifat menambah penghasilan komersial atau mengurangi biaya komersial, sedangkan koreksi fiskal negatif adalah penyesuaian yang bersifat mengurangi penghasilan komersial atau menambah biaya komersial. Koreksi fiskal positif dan negatif dalam Lampiran 3A-1 hingga 3A-3 SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi dan Lampiran 1A hingga 1L SPT Tahunan wajib pajak badan dilakukan setelah wajib pajak menghitung objek pajak tidak final. Adapun yang dimaksud dengan objek pajak tidak final adalah nilai akun laporan laba rugi yang sudah dikurangi dengan penghasilan nonobjek pajak dan penghasilan yang dikenai PPh final. Setelah menetapkan nilai koreksi fiskal pada setiap akun, wajib pajak juga harus mengisi kolom baru bernama kode penyesuaian fiskal. Kolom ini harus diisi dengan kode penyesuaian fiskal yang tersedia, mulai dari FPO-01 hingga FPO-12 untuk koreksi fiskal positif dan FNE-01 hingga FNE-04 untuk koreksi fiskal negatif. “Wajib pajak dapat mengisi lebih dari 1 kode penyesuaian fiskal dalam satu akun laporan laba rugi dalam lampiran ini,” bunyi Lampiran H PER-11/PJ/2025. Sebagai informasi, Lampiran 3A-1 hingga 3A-3 SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi dan Lampiran 1A hingga 1L SPT Tahunan wajib pajak badan merupakan lampiran yang berisi informasi atas rekonsiliasi laporan keuangan wajib pajak yang diperlukan untuk menghitung besarnya penghasilankena pajak. Wajib pajak orang pribadi harus mengisi Lampiran 3A-1 hingga 3A-3 bila wajib pajak dimaksud menyelenggarakan pembukuan. Bagi wajib pajak badan, Lampiran 1A hingga 1L wajib diisi oleh seluruh wajib pajak badan sesuai sektornya masing-masing PER-11/PJ/2025 telah ditetapkan pada 22 Mei 2025 dan langsung berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ada PER-11/PJ/2025, Jumlah Lampiran SPT Tahunan Badan Kini Bertambah

JAKARTA, DDTCNews – Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-11/PJ/2025 turut mengatur penambahan jumlah lampiran SPT Tahunan wajib pajak badan. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (5/6/2025). Merujuk pada Pasal 85 ayat (1) huruf b PER-11/PJ/2025, terdapat 22 jenis lampiran SPT Tahunan yang berpotensi harus diisi apabila wajib pajak badan memenuhi kriteria untuk mengisi lampiran dimaksud. “SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan dalam mata uang rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1): dibuat sesuai dengan contoh format; dan diisi sesuai petunjuk pengisian…,” bunyi Pasal 85 ayat (2) PER-11/PJ/2025. Lampiran-lampiran dimaksud terdiri atas: Lampiran 1A hingga 1L mengenai rekonsiliasi laporan keuangan sesuai dengan sektor usaha wajib pajak; Lampiran 2 – Daftar Kepemilikan; Lampiran 3 – Daftar Pajak Penghasilan yang Dipotong/Dipungut oleh Pihak Lain; Lampiran 4 – Penghasilan yang Dikenakan Pajak Penghasilan yang Bersifat Final dan Penghasilan yang Tidak Termasuk Objek Pajak; Lampiran 5 – Rekapitulasi Peredaran Bruto; Lampiran 6 – Angsuran Pajak Penghasilan Tahun Pajak Berjalan; Lampiran 7 – Penghitungan Kompensasi Kerugian Fiskal; Lampiran 8 – Penghitungan Fasilitas Pengurangan Tarif Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri Berdasarkan Pasal 31E Ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan; Lampiran 9 – Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal; Lampiran 10A – Daftar Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa; Lampiran 10B – Pernyataan Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa; Lampiran 10C – Pernyataan Transaksi dengan Pihak yang Merupakan Penduduk Negara Tax Haven Country; Lampiran 10D – Ikhtisar Dokumen Induk dan Dokumen Lokal; Lampiran 11A – Rincian Biaya Tertentu; Lampiran 11B – Penghitungan Biaya Pinjaman yang Dapat Dibebankan untuk Keperluan Penghitungan Pajak Penghasilan; Lampiran 11C – Laporan Utang Swasta Luar Negeri; Lampiran 12A – Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 26 Ayat (4); Lampiran 12B – Pemberitahuan Penanaman Kembali Penghasilan Kena Pajak Sesudah Dikurangi Pajak bagi Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap; Lampiran 13A – Daftar Fasilitas Penanaman Modal; Lampiran 13B – Daftar Tambahan Pengurangan Penghasilan Bruto; Lampiran 13C – Daftar Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan; dan Lampiran 14 – Penggunaan Sisa Lebih untuk Pembangunan dan Pengadaan Sarana dan Prasarana. Lampiran SPT Tahunan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari induk SPT Tahunan. Terdapat lampiran yang memang wajib disampaikan oleh semua wajib pajak badan, tetapi ada pula lampiran yang hanya wajib disampaikan jika memenuhi kriteria tertentu. Contoh lampiran yang wajib diisi oleh wajib pajak badan adalah Lampiran 1A hingga Lampiran 1L. Wajib pajak badan perlu memilih sesuai dengan sektornya masing-masing. “Setiap wajib pajak badan wajib mengisi salah satu formulir lampiran rekonsiliasi laporan keuangan sesuai dengan jenis sektor usaha masing-masing,” bunyi Lampiran H PER-11/PJ/2025. Melalui Lampiran 1A hingga 1L, wajib pajak badan bakal diminta untuk melaporkan laporan laba rugi dan neraca, penghasilan yang dikenai PPh final, penghasilan yang bukan objek pajak, penyesuaian fiskal positif dan negatif, serta penghasilan neto fiskal sebelum fasilitas pajak. PER-11/PJ/2025 telah ditetapkan pada 22 Mei 2025 dan dinyatakan langsung berlaku sejak tanggal ditetapkan.   Sumber: https://news.ddtc.co.id/berita/nasional/1811226/ada-per-11pj2025-jumlah-lampiran-spt-tahunan-badan-kini-bertambah

Sri Mulyani Percepat Pemeriksaan Pajak, TaxPrime: Kabar Gembira untuk Perusahaan yang Ajukan Restitusi!

Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjanjikan percepatan waktu penyelesaian pemeriksaan pajak demi membantu perusahaan mengurangi beban menghadapi gejolak perekonomian global akibat pengenaan tarif resiprokal oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Dalam analisis Tax Compliance and Audit Advisor TaxPrime Awalludin Anthon Budiyono, kebijakan pemerintah untuk memangkas waktu proses pemeriksaan pajak akan menjadi kabar gembira bagi perusahaan yang mengajukan restitusi. Mengawali perbincangan eksklusif bersama Pajak.com, Awal mengungkapkan bahwa sejatinya spirit pemerintah untuk mempercepat proses pemeriksaan pajak telah dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2025 yang berlaku sejak 1 Februari 2025. Regulasi ini memangkas waktu proses pemeriksaan pajak berdasarkan tiga kategori, yaitu pemeriksaan lengkap dengan jangka waktu penyelesaian paling lama 5 bulan, pemeriksaan terfokus maksimal 3 bulan, dan pemeriksaan spesifik paling lama diselesaikan selama 1 bulan. Bandingkan dengan PMK Nomor 17 Tahun 2013 yang menetapkan waktu penyelesaian pemeriksaan pajak maksimal 12 bulan. “Pengaruh pemeriksaan pajak terhadap kelangsungan bisnis sangat signifikan, terutama dalam konteks ketidakpastian ekonomi global, seperti ancaman perang tarif. Dengan adanya percepatan pemeriksaan pajak, tentu menguntungkan perusahaan—adanya kepastian hukum, terutama bagi Wajib Pajak yang meminta pengembalian pajak, terutama refund PPN [Pajak Pertambahan Nilai]. Ini kabar gembira,” ungkap Awal, di Kantor TaxPrime Graha TTH, Jakarta, (4/6/25). Di sisi lain, eks pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ini menekankan bahwa pemeriksaan pajak penting untuk memastikan kepatuhan dan keadilan dalam sistem perpajakan. Namun dalam kacamata perusahaan, proses pemeriksaan pajak dapat menimbulkan dampak yang nyata terhadap perusahaan, meliputi tambahan beban administratif karena perusahaan wajib menyediakan dokumen dan data yang lengkap dan sesuai dengan permintaan DJP. “Proses kita menyiapkan data-data itu menyita waktu, tenaga, dan sumber daya internal, terutama bagian keuangan dan akuntansi. Untuk itu, percepatan proses pemeriksaan pajak ini punya keuntungan juga risiko, artinya dengan waktu yang lebih singkat, Wajib Pajak harus punya strategi dalam memitigasi dan mengelola dokumen-dokumen transaksi, pembukuan harus sesuai dengan standardisasi, penyimpanan dokumentasi harus dikelola dengan baik,” ungkap Awal. Dampak selanjutnya adalah ketidakpastian bisnis. Pasalnya, selama proses pemeriksaan pajak berjalan, hasil akhir belum diketahui. Ketidakpastian ini bahkan mampu memengaruhi pengambilan keputusan bisnis, misalnya penundaan investasi, ekspansi, atau alokasi anggaran. “Implikasi besar lainnya bagi perusahaan adalah gangguan arus kas. “Karena jika hasil pemeriksaan [pajak] menghasilkan koreksi pajak yang besar, perusahaan bisa mengalami gangguan likuiditas, terutama jika diikuti dengan sanksi atau denda,” ujar Awal. Kemudian, Awal yang telah berpengalaman hampir 30 tahun melayani maupun mendampingi Wajib Pajak menilai bahwa pemeriksaan pajak mampu berimplikasi pada reputasi perusahaan. “Perusahaan yang sedang atau baru selesai diperiksa dapat menghadapi risiko reputasi, terutama jika ditemukan ketidaksesuaian dalam pelaporan pajaknya. Ini bisa memengaruhi kepercayaan investor, mitra bisnis, atau bahkan konsumen,” ungkapnya. Oleh karena itu, di tengah perusahaan menghadapi tantangan eksternal seperti perang tarif, kenaikan biaya logistik, dan fluktuasi pasar, strategi penyelesaian pemeriksaan pajak yang cepat menjadi sangat penting bagi Wajib Pajak. Awal mengapresiasi dan mendorong pemerintah untuk mengimplementasikan PMK Nomor 15 Tahun 2025 secara kohesif di seluruh Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Percepatan ini memberi kepastian hukum yang membuat perusahaan bisa kembali fokus pada strategi bisnisnya. “Percepatan pemeriksaan pajak juga akan mengurangi beban psikologis dan administratif selama masa pemeriksaan. Karena jangan lupa, pemeriksaan […]