Berikut 3 Skema Utama dalam PER-10/2025 Tentang Bagaimana Negara Saling Tukar Data Pajak

Baru-baru ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ/2025 tentang Pelaksanaan Pertukaran Informasi Berdasarkan Perjanjian Internasional (PER 10/2025). Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari ketentuan Pasal 13 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2017 (PMK 39/2017) yang menegaskan bagaimana Indonesia mengelola pertukaran informasi lintas negara untuk kepentingan perpajakan. Pertukaran informasi dalam konteks ini mengacu pada pertukaran data antara otoritas pajak dari negara-negara yang telah menjalin kerja sama dengan Indonesia. Tidak hanya itu, pertukaran informasi ini juga merupakan sarana untuk mengumpulkan data tentang kepemilikan kekayaan dan penghasilan Wajib Pajak, termasuk yang tersebar di luar negeri. Informasi yang dimaksud tidak hanya berupa angka-angka dalam rekening bank, tetapi mencakup semua dokumen atau data yang terkait dengan kegiatan ekonomi, kekayaan, dan kepemilikan aset seseorang atau badan usaha. Berdasarkan PER 10/2025, ada tiga jenis skema utama yang digunakan negara-negara dalam berbagi informasi pajak lintas batas, yaitu: 1.Pertukaran Berdasarkan Permintaan (Exchange of Information on Request/EoIR) EOIR merupakan bentuk pertukaran informasi yang paling klasik. Skema ini bekerja seperti “surat permintaan resmi” yang diajukan oleh satu negara ke negara lain. Misalnya, jika DJP mencurigai Wajib Pajak menyembunyikan aset di Swiss, DJP dapat mengirimkan permintaan kepada otoritas pajak Swiss untuk memberikan informasi spesifik mengenai aset tersebut. PER 10/2025 juga menyatakan bahwa apabila informasi yang diminta tidak tersedia dalam basis data perpajakan DJP, maka pertukaran informasi dapat ditindaklanjuti dengan kegiatan pencarian dan/atau pengumpulan informasi dengan dua cara. Pertama, meminta informasi kepada pimpinan lembaga keuangan, Wajib Pajak, dan/atau pihak lain. Kedua, pemeriksaan Wajib Pajak. Namun, penggunaan EOIR tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Pasalnya, permohonan harus berdasarkan bukti yang cukup dan mencantumkan data identitas seperti nama, NPWP, nomor rekening, dan tujuan permohonan. Skema ini memerlukan persetujuan terlebih dahulu, baik melalui Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), Perjanjian Pertukaran Informasi Pajak (TIEA), maupun Konvensi Multilateral. 2. Pertukaran Spontan (Spontaneous Exchange of Information/SEoI) Dalam skema ini, otoritas pajak Indonesia atau negara mitra secara proaktif menyampaikan informasi yang dianggap relevan tanpa diminta terlebih dahulu. Hal ini biasanya terjadi ketika otoritas pajak menemukan transaksi atau skema penghindaran pajak lintas batas yang melibatkan negara lain. Misalnya, ketika otoritas pajak Inggris menemukan bahwa seorang warga negara Indonesia telah menerima keuntungan besar dari transaksi properti di London tetapi belum melaporkannya kepada DJP, Inggris dapat secara sukarela melaporkannya kepada Indonesia. 3. Pertukaran Otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI) Ini merupakan bentuk pertukaran paling mutakhir yang dilakukan secara berkala, sistematis, dan berkelanjutan. Skema ini dijalankan berdasarkan standar global yang disebut Common Reporting Standard (CRS) yang dikelola oleh OECD. Indonesia telah mulai aktif bertukar data melalui AEoI sejak tahun 2018. Dalam skema ini, negara-negara anggota akan secara otomatis mengirimkan data rekening keuangan milik warga negara asing ke negara asal setiap tahun. Misalnya, bank-bank di Singapura akan melaporkan data rekening milik warga negara Indonesia kepada otoritas pajak Singapura. Kemudian, data tersebut dikirimkan ke DJP.

DJP Beberkan Mekanisme Pengawasan PKP

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-7/PJ/2025 yang merinci mekanisme pengawasan dalam rangka penatausahaan pengusaha kena pajak (PKP). Secara umum, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan melakukan pengawasan dalam rangka penatausahaan PKP dengan menguji pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif sebagai PKP. Pengujian dilakukan dengan melakukan penelitian lapangan pada alamat tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan usaha PKP. Pengujian pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif sebagai PKP… dilakukan terhadap PKP dengan kriteria sebagai berikut: PKP yang baru memulai kewajiban sebagai PKP; PKP yang telah mengalihkan wajib pajak terdaftarnya berdasarkan surat pindah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2); dan/atau PKP yang tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya, bunyi PER7/PJ/2025 Pasal 56 ayat (3). Pengujian pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif PKP dilakukan dengan penelitian lapangan pada alamat tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan usaha PKP dalam rangka menguji kesesuaian lokasi usaha dan kegiatan usaha PKP dengan data yang disampaikan PKP pada saat mengajukan permohonan pengukuhan PKP. Pengujian terhadap PKP yang baru memulai kewajiban sebagai PKP dan PKP yang baru pindah wajib pajak terdaftar berdasarkan surat pindah dilakukan dalam jangka waktu 30 hari sejak tanggal pengukuhan atau tanggal surat pindah. PER-7/PJ/2025 ditetapkan pada tanggal 21 Mei 2025 dan dinyatakan mulai berlaku pada tanggal tersebut. Dalam ketentuan peralihan PER-7/PJ/2025 disebutkan, dalam hal PKP baru memulai kewajiban sebagai PKP baru atau berpindah tempat kedudukan wajib pajak terdaftar sejak tanggal 1 Januari sampai dengan berlakunya PER-7/PJ/2025, pengawasan sebagaimana diatur dalam Pasal 56 PER-7/PJ/2025 dilakukan paling lama 3 bulan sejak berlakunya PER-7/PJ/2025. Sebagai informasi, PKP merupakan pengusaha yang melakukan penyerahan BKP/JKP berdasarkan UU PPN. Pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP apabila omzetnya telah melampaui Rp4,8 miliar per tahun. Pengusaha perlu melaporkan usahanya di KPP tempat pengusaha terdaftar sebagai wajib pajak. Bagi wajib pajak orang pribadi, tempat kedudukan wajib pajak terdaftar adalah tempat tinggal. Bagi wajib pajak badan, tempat kedudukan wajib pajak terdaftar adalah tempat domisili.

Standar Wajib Pajak yang Dapat Ditunjuk sebagai Pemungut Bea Meterai

JAKARTA, DDTCNews – Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-7/PJ/2025 juga mengatur kriteria wajib pajak yang dapat ditunjuk sebagai pemungut bea meterai. Pemungut bea meterai adalah pihak yang wajib memungut bea meterai yang terutang atas dokumen tertentu dari pihak yang terutang, menyetor bea meterai ke kas negara, dan melaporkan pemungutan dan penyetoran bea meterai tersebut kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). “Wajib Pajak yang ditunjuk sebagai pemungut bea meterai adalah wajib pajak yang kriterianya antara lain memudahkan penerbitan dokumen berharga berupa cek dan/atau bilyet giro,” demikian bunyi sebagian Pasal 62 ayat (4) PER-7/PJ/2025, dikutip Minggu (15/6/2025). Wajib Pajak yang menerbitkan dan/atau memfasilitasi penerbitan dokumen transaksi efek termasuk dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, dapat pula ditetapkan sebagai pemungut meterai. Selain itu, wajib pajak juga dapat ditetapkan sebagai pemungut meterai apabila menerbitkan dan/atau memfasilitasi penerbitan dokumen berupa: 1. surat keterangan, pernyataan, atau surat lain yang dipersamakan dengan itu, disertai fotokopinya; dan/atau 2. dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp5.000.000, yang: a. menyatakan penerimaan uang; atau b. memuat pengakuan bahwa utang telah dilunasi atau diperhitungkan seluruhnya atau sebagian, dengan rata-rata 1.000 dokumen dalam 1 bulan. Pengajuan permohonan penambahan status wajib pajak, salah satunya pemungut meterai, dapat dilakukan secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak (Coretax) atau langsung ke kantor pajak apabila tidak dapat melakukan pendaftaran secara elektronik, dengan melampirkan dokumen yang dipersyaratkan. Untuk pengajuan melalui Portal Wajib Pajak, pemohon dapat mengisi, menandatangani, dan menyerahkan formulir penetapan status wajib pajak secara elektronik, serta mengunggah salinan dokumen yang dipersyaratkan. Sedangkan untuk pengajuan secara langsung, pemohon dapat mengisi dan menandatangani formulir penetapan status wajib pajak, serta melampirkan dokumen yang dipersyaratkan. Dokumen yang dipersyaratkan bagi pemungut meterai adalah salinan surat permohonan untuk ditunjuk sebagai pemungut meterai dan surat pernyataan kesediaan untuk ditunjuk sebagai pemungut meterai.