WP Harus Tahu! Poin Penting di Perdirjen Baru Soal SPT, Bupot, Faktur
Guna menyesuaikan aspek administratif perpajakan dengan implementasi coretax system, Ditjen Pajak menerbitkan ketentuan baru, Perdirjen PER-11/PJ/2025, yang mengatur perincian pelaporan PPh, PPN, PPnBM, hingga bea meterai. Topik ini menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Senin (27/5/2025). Beleid yang berlaku per 22 Mei 2025 ini memuat ketentuan terperinci soal format dan pengisian SPT, bukti potong, hingga faktur pajak sesuai dengan coretax system. Sebagai informasi awal, PER-11/PJ/2025 merupakan tindak lanjut dari Pasal 465 huruf o, huruf p, huruf q, huruf r, huruf s, huruf t, dan huruf x PMK 81/2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan dan Pasal 25 ayat (6) UU PPh.
“Perlu menetapkan perdirjen pajak tentang ketentuan pelaporan PPh, PPN, PPnBM, dan bea meterai dalam rangka pelaksanaan sistem inti administrasi perpajakan,” bunyi bagian pertimbangan PER11/PJ/2025. Ada banyak hal yang diatur di dalam dokumen yang lampirannya setebal lebih dari 1.000 halaman ini. Namun, secara umum PER-11/PJ/2025 memuat bentuk, isi, dan tata cara pengisian dan format dari beragam SPT seperti SPT Masa PPh, SPT Masa PPN, SPT Masa Bea Meterai, dan SPT Tahunan PPh. Berikut beberapa poin penting yang diatur di dalam PER-11/PJ/2025:
- PER-11/PJ/2025 juga memuat tata cara pengisian bukti potong PPh Pasal 21, bukti potong
unifikasi, hingga faktur pajak. - Perincian mekanisme penghitungan angsuran PPh Pasal 25 bagi bank, BUMN, BUMD, wajib
pajak masuk bursa, dan wajib pajak wajib pajak lainnya. - Keterangan dan dokumen apa saja yang harus dilampirkan dalam SPT serta format dan
sarana penyampaiannya. - Tata cara penyampaian, penerimaan, dan pengolahan SPT serta mekanisme
pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan juga diatur dalam PER-11/PJ/2025. - PER-11/PJ/2025 juga memuat kriteria wajib pajak PPh tertentu yang dikecualikan dari
kewajiban melaporkan SPT. Wajib pajak dimaksud antara lain wajib pajak orang pribadi yang
penghasilannya tidak melebihi penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dan wajib pajak orang pribadi
yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. Wajib pajak yang penghasilannya di bawah PTKP dikecualikan dari kewajiban pelaporan SPT Masa PPh Pasal 25 dan SPT Tahunan, sedangkan wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dikecualikan dari kewajiban pelaporan SPT Masa PPh Pasal 25. - Keenam, PER-11/PJ/2025 juga memerinci ketentuan penghitungan besarnya angsuran PPh Pasal 25
dalam tahun berjalan dalam hal-hal tertentu sesuai dengan Pasal 25 ayat (6) UU PPh.
Hal-hal tertentu yang membuat dirjen pajak berwenang menghitung kembali PPh Pasal 25 antara lain:
– Wajib pajak berhak atas kompensasi kerugian;Wajib pajak memperoleh penghasilan tidak teratur;
– SPT Tahunan PPh tahun pajak yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan;
– Wajib pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh;
– Wajib pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan; dan terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan wajib pajak.