Berlaku 30 Januari, PMK 115/2024 Pertegas Ketentuan Penagihan Utang Kepabeanan dan Cukai
Pajak.com, Jakarta – Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115 Tahun 2024 (PMK 115/2024), yang mengatur tentang penagihan utang kepabeanan dan cukai. Peraturan ini, yang diundangkan pada 31 Desember 2024 dan akan mulai berlaku pada 30 Januari 2025, diharapkan dapat meningkatkan tata kelola penagihan utang di sektor kepabeanan dan cukai.
Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Bea Cukai) Budi Prasetiyo mengungkapkan, tujuan utama dari penerbitan PMK ini adalah untuk memperluas cakupan objek penagihan serta menyederhanakan prosedur birokrasi, termasuk pemblokiran dan penyitaan harta. Ia juga memastikan bahwa peraturan ini disusun untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan utang kepabeanan dan cukai.
Kebijakan ini juga sejalan dengan Undang-Undang Kepabeanan, Undang-Undang Cukai, dan Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UUPPSP), serta diselaraskan dengan peraturan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terkait penagihan pajak.
“Aturan ini dirancang untuk memberikan kepastian hukum sekaligus mempermudah proses penagihan, sehingga mampu mendukung optimalisasi penerimaan negara,” kata Budi melalui keterangan resmi, dikutip Pajak.com, Jumat (24/01).
PMK 115/2024 mengatur tiga aspek utama, yakni prinsip penagihan, pelaksanaan penagihan, dan ketentuan pendukung. Dalam hal prinsip penagihan, cakupan objek penagihan diperluas, serta ada pengaturan terkait tugas dan wewenang juru sita dan pembagian subjek utang.
Sementara itu, dalam pelaksanaan penagihan, terdapat perubahan jangka waktu penerbitan surat teguran dan perluasan wilayah penagihan yang melibatkan Kantor Pelayanan Utama (KPU) serta Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC). Kewenangan tambahan juga diberikan kepada Direktur Jenderal Bea Cukai untuk melimpahkan beberapa tanggung jawab penagihan.
Terkait ketentuan pendukung, salah satu poin pentingnya adalah integrasi sistem penagihan secara elektronik melalui CEISA 4.0. Sistem ini akan memudahkan pengelolaan penagihan dan meningkatkan efisiensi dengan memanfaatkan teknologi digital. Selain itu, PMK ini juga memperkenalkan mekanisme pemblokiran layanan publik tertentu untuk memperketat pengawasan terhadap utang kepabeanan dan cukai, sekaligus penetapan masa kedaluwarsa terhadap kewajiban membayar.
“Dengan terbitnya PMK ini, pemerintah berupaya menciptakan efisiensi prosedur dengan pengelolaan penagihan secara elektronik melalui CEISA 4.0. Selain itu, PMK ini juga memungkinkan pengawasan dan monitoring yang lebih terintegrasi melalui pemberian kewenangan tambahan kepada Kepala Kanwil Bea Cukai untuk menunjuk juru sita, dan memantau pelaksanaan penagihan di masing-masing daerah,” jelasnya.
Budi menambahkan, Bea Cukai memegang peran strategis dalam memastikan implementasi PMK ini berjalan dengan lancar. Selain mendukung dunia usaha dengan memberikan kepastian hukum, peraturan ini juga bertujuan untuk menjaga kelancaran arus perdagangan dan melindungi masyarakat dari potensi penyalahgunaan maupun manipulasi dalam penagihan utang. Bea Cukai juga menargetkan untuk menciptakan sistem penagihan yang lebih terstruktur dan berdampak positif pada pelayanan publik serta pembangunan nasional.
“Dengan implementasi PMK ini, diharapkan dapat tercipta keseimbangan antara kepentingan negara, pelaku usaha, dan masyarakat,” imbuhnya.
Budi mengimbau semua pemangku kepentingan dan masyarakat untuk mendukung kebijakan ini. “Kami berharap dukungan penuh dari semua pihak untuk menyukseskan implementasi PMK Nomor 115 Tahun 2024, demi menciptakan tata kelola penagihan yang transparan, akuntabel, dan efisien,” tutupnya.
Sumber: https://www.pajak.com/pajak/berlaku-30-januari-pmk-115-2024-pertegas-ketentuan-penagihan-utang-kepabeanan-dan-cukai/