Masyarakat kini bisa mendaftar Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) orang pribadi melalui Sistem Inti Administrasi Perpajakan atau Coretax System. Fitur ini bisa diakses 1 Januari 2025 lalu, seiring dengan pemberlakuan Coretax System. “Sejak 1 Januari 2025 pendaftaran NPWP bisa dilakukan melalui coretaxdjp.pajak.go.id. Dengan layanan terbaru ini, Anda dapat mendaftar NPWP kapan saja dan di mana saja,” papar Ditjen Pajak (DJP) di laman Instagram @ditjenpajakri, dikutip Senin (20/1/2025). Berikut cara mendaftar NPWP melalui Coretax System: Buka laman coretaxdjp.pajak.go.id klik Daftar Di Sini Siapkan KTP dan Kartu Keluarga Pilih “Perorangan” untuk pendaftaran Wajib Pajak Orang Pribadi Klik “Ya, Wajib Pajak Memiliki NIK” Pilih pendaftaran dengan Aktivasi NIK Isikan data dan identitas Wajib Pajak Klik tombol Verifikasi jika data sudah lengkap dan benar Klik Lanjut jika data berhasil diverifikasi Kemudian lakukan verifikasi dengan memasukan Kode OTP yang dikirimkan ke e-mail dan nomor telepon pribadi Klik Lanjut setelah data berhasil diverifikasi Tambahkan data Orang yang Mempunyai Hubungan Istimewa, seperti pasangan, anak cucu, saudara atau orang tua kemudian Klik ‘Lanjut’ Isikan data sumber penghasilan dan Klik ‘Simpan’ Pastikan terdapat checklist pada kolom kode KLU dan klik ‘Lanjut’ Isikan kedua kolom alamat yakni alamat domisili dan alamat sesuai KTP Pastikan ‘Alamat Sesuai KTP’ sesuai dengan data dalam KTP Isikan data geometris sehingga muncul data berupa altitude dan latitude Klik tombol ‘Verifikasi’ dan ketika sudah berhasil klik ‘Lanjut’ Lakukan validasi foto dalam bentuk unggahan foto atau foto terbaru pada kamera Setelah foto berhasil tervalidasi oleh sistem klik ‘Lanjut’ Langkah terakhir, checklist konfirmasi pernyataan kepatuhan dan klik tombol ajukan permohonan. Setelah semua langkah telah dilalui, Ditjen Pajak juga mengingatkan untuk melakukan cek berkala kotak masuk e-mail Anda untuk mendapatkan informasi terkait penerbitan NPWP yang didaftarkan. Sumber: https://www.cnbcindonesia.com/tech/20250202055326-37-607244/cara-baru-daftar-npwp-online-lewat-coretax-system-catat
Ini Prosedur Penyitaan Surat Berharga di Pasar Modal Menurut PMK 115/2024
Pajak.com, Jakarta – Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115 Tahun 2024 tentang Penagihan Kepabeanan dan Cukai (PMK 115/2024) ini menjelaskan langkah-langkah terkait penagihan utang kepabeanan dan cukai, salah satunya adalah penyitaan surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal. Kebijakan ini memperkuat wewenang jurusita kepabeanan dan cukai, yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan penagihan utang, terutama pada aset berharga yang terlibat dalam pasar modal. Pajak.com akan mengulas prosedur penyitaan surat berharga di pasar modal untuk Anda berdasarkan PMK 115/2024. Objek Sita di Pasar Modal Jurusita, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 PMK 115/2024, berperan melaksanakan penagihan dengan berbagai tindakan, termasuk pemberitahuan surat paksa, penyitaan, dan bahkan penyanderaan, jika diperlukan. Salah satu aspek penting yang diatur dalam PMK yang akan berlaku pada 30 Januari 2025 ini adalah mekanisme penyitaan surat berharga milik penanggung utang yang diperdagangkan di pasar modal. Penyitaan surat berharga di pasar modal sesuai dengan PMK 115/2024 mencakup berbagai instrumen keuangan, termasuk obligasi, saham, dan sejenisnya yang diperdagangkan di bursa. Instrumen-instrumen ini dianggap sebagai objek sita yang dapat digunakan untuk melunasi utang kepabeanan dan cukai yang belum dibayar. Prosedur Penyitaan Jurusita memiliki wewenang untuk menyita semua jenis surat berharga yang dimiliki oleh penanggung utang, dengan tujuan agar hasil penyitaan dapat mencukupi nilai utang yang harus dilunasi. Proses penyitaan ini tidak dapat dilakukan sembarangan, melainkan diawali dengan pemblokiran surat berharga tersebut. Pemblokiran dimulai ketika jurusita, dengan wewenangnya, meminta informasi mengenai nomor rekening keuangan dan saldo harta kekayaan penanggung utang dari lembaga jasa keuangan sektor pasar modal. “Lembaga Jasa Keuangan sektor pasar modal wajib memberitahukan nomor Rekening Keuangan dan saldo harta kekayaan Penanggung Utang paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan pemberitahuan,” bunyi Pasal 44 ayat (3) PMK 115/2024, dikutip Pajak.com, Rabu (29/01). Setelah menerima informasi tersebut, jurusita mengajukan permintaan resmi kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk melakukan pemblokiran. Permintaan ini harus disertai dengan dokumen pendukung seperti salinan surat paksa dan surat perintah pelaksanaan penyitaan. Selanjutnya, lembaga jasa keuangan yang terkait dengan sektor pasar modal pun diwajibkan merespons dengan membuat berita acara pemblokiran yang mencakup detail tentang nomor rekening dan waktu pelaksanaan pemblokiran. Pencabutan Pemblokiran Namun, PMK 115/2024 juga memberikan ruang bagi penanggung utang untuk menghindari penyitaan. Pemblokiran dapat dicabut jika penanggung utang mampu melunasi utangnya atau memberikan jaminan berupa barang lain yang nilainya setara dengan utang yang belum dilunasi. Adapun barang lain yang nilainya setara dengan utang yang belum dilunasi bisa merupakan milik penanggung utang, termasuk milik istri atau suami dan anak yang masih dalam tanggungan penanggung utang, kecuali terdapat perjanjian pemisahan harta. Selain itu, barang atau harta tersebut tidak sedang dijaminkan atas pelunasan utang tertentu. Syarat lainnya, barang tersebut harus mudah dijual atau dicairkan. Di sisi lain, apabila utang tetap tidak dilunasi setelah pemblokiran, jurusita memiliki wewenang untuk melanjutkan ke tahap penyitaan surat berharga, yang bertujuan untuk mencairkan nilai aset hingga mencukupi pelunasan utang dan biaya penagihan. PMK ini memastikan adanya keterlibatan pihak-pihak terkait dalam setiap tahap proses penyitaan, mulai dari penanggung utang hingga lembaga jasa keuangan dan OJK, yang menjadikan transparansi dalam proses ini sebagai salah satu prioritas utama. Langkah ini merupakan upaya pemerintah […]