Ditjen Pajak (DJP) menyatakan wajib pajak perlu melakukan beberapa persiapan sebelum menyampaikan SPT Tahunan 2024, antara lain perlu menyiapkan beberapa dokumen yang diperlukan saat mengisi SPT Tahunan. Tirta mengatakan wajib pajak ketika hendak menyampaikan SPT Tahunan 2024 secara online perlu lebih dulu menyiapkan NPWP beserta password untuk login ke DJP Online. Selain itu, wajib pajak juga perlu memasukkan Electronic Filing Identification Number (EFIN). Setelah login di DJP Online, wajib pajak akan memerlukan beberapa dokumen agar penyampaian SPT Tahunan berjalan lancar. Pada wajib pajak orang pribadi, dokumen yang perlu disiapkan utamanya bukti pemotongan pajak. Terdapat beberapa jenis bukti pemotongan pajak antara lain Formulir 1721-A1 (untuk pegawai tetap swasta atau penerima pensiun berkala) dan 1721-A2 (untuk PNS anggota TNI, Polri, pejabat negara, atau pensiunannya), 1721-VI, dan 1721 VII. Kemudian, wajib pajak memerlukan daftar penghasilan, baik dari penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan, atau penghasilan lainnya, jika ada. Misal, hadiah undian, bunga, royalti, sewa, ataupun keuntungan dari penjualan harta. Selain itu, wajib pajak orang pribadi juga memerlukan dokumen mengenai daftar harta yang dimiliki, daftar kewajiban/utang, serta daftar tanggungan keluarga. Selain orang pribadi, wajib pajak badan juga memerlukan beberapa dokumen untuk memudahkan penyampaian SPT Tahunan. Dokumen tersebut antara lain formulir SPT tahunan PPh badan 1771, SPT Masa PPN, SPT Masa PPh Pasal 21, bukti potong PPh Pasal 23, bukti potong PPh Pasal 22 dan Surat Setoran Pajak (SSP) Pasal 22 Impor. Kemudian, bukti pembayaran PPh Pasal 25, bukti pembayaran atas Surat Tagihan Pajak (STP) PPh Pasal 25, serta laporan keuangan (neraca dan rugi laba), termasuk laporan hasil audit akuntan publik, UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) mengatur batas akhir penyampaian SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya tahun pajak atau 31 Maret 2025. Sementara, untuk SPT Tahunan wajib pajak badan paling lambat 4 bulan setelah berakhirnya tahun pajak atau 30 April 2025. Wajib pajak dapat melakukan pelaporan SPT Tahunan baik secara manual maupun online, yakni melalui e-filing atau e-form. Walaupun coretax administration system telah diluncurkan, penyampaian SPT Tahunan 2024 masih dilakukan melalui DJP Online. Penyampaian SPT Tahunan yang terlambat akan dikenai sanksi administrasi berupa denda. Denda terlambat melaporkan SPT Tahunan pada orang pribadi adalah senilai Rp100.000, sedangkan pada wajib pajak badan Rp1 juta.
Masuk Dalam Kriteria Ini? Anda Tidak Perlu Lapor SPT Pajak
Jakarta, CNBC Indonesia – Wajib Pajak (WP) harus melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan tiap tahunnya. Untuk tahun 2024, batas akhir SPT Tahunan orang pribadi pada 31 Maret 2025. Sementara itu, untuk wajib pajak badan yang batas waktu pelaporannya sampai April 2025. Kendati demikian terdapat beberapa kategori wajib pajak yang tidak diwajibkan untuk melaporkan SPT. Berdasarkan PMK-147/PMK.03/2017 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020 yang mengatur bahwa wajib pajak yang masuk kategori Non-Efektif (NE), maka ia tak wajib lapor SPT Tahunan dan juga tak akan diberikan surat teguran meski tidak menyampaikan SPT nya. Berikut ini daftar wajib pajak yang biasanya bisa mengubah status menjadi wajib pajak NE adalah: – Pengusaha yang sudah berhenti melakukan kegiatan usaha – Pekerja yang sudah tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan – Pensiunan yang tidak lagi memiliki penghasilan -Yang penghasilannya turun menjadi di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Mengenai penghasilan di bawah PTKP, hal ini diatur dalam dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan. Aturan tersebut mengatur batas PTKP yang berlaku saat ini yakni Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per tahun. Dengan perhitungan ini, maka masyarakat yang gajinya di bawah Rp 4,5 juta per bulan dibolehkan untuk tidak melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Namun harus mengajukan permohonan Non-Efektif (NE). Dengan masuk kategori NE, maka wajib pajak tak perlu lapor SPT setiap tahunnya. Sumber: https://www.cnbcindonesia.com/news/20250304115252-4-615425/masuk-dalam-kriteria-ini-anda-tidak-perlu-lapor-spt-pajak
Isi SPT Tahunan Tapi Lebih Bayar? Ini Solusinya Agar Nihil
Setiap awal tahun, Wajib Pajak harus melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan sebagai bentuk kepatuhan terhadap kewajiban perpajakan. Namun, ada situasi di mana setelah mengisi SPT Tahunan, status pajak justru menjadi Lebih Bayar, padahal seharusnya Nihil. Salah satu penyebabnya adalah kesalahan dalam mengisi jumlah kredit pajak di kolom Pajak Penghasilan (PPh) yang dipotong/dipungut pihak lain atau ditanggung pemerintah pada induk SPT Tahunan. “Kesalahan pengisian jumlah kredit pajak di kolom PPh yang dipotong/dipungut pihak lain/ditanggung pemerintah pada induk SPT Tahunan, berpotensi membuat status SPT yang seharusnya Nihil malah menjadi Lebih Bayar,” jelas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam media sosial Instagram resmi mereka di @ditjenpajakri, dikutip Pajak.com pada Rabu (5/3/3025). Kenapa Bisa Terjadi Lebih Bayar? DJP menjelaskan bahwa, kasus kelebihan pembayaran pajak bisa terjadi akibat penghitungan menggunakan Tarif Efektif Rata-Rata (TER) untuk pegawai atau pensiunan. Dalam sistem ini, pajak dipotong setiap bulan berdasarkan tarif tertentu. Namun, pada bulan Desember, bisa saja terdapat kelebihan atau kekurangan potongan PPh Pasal 21 yang memengaruhi hasil akhir perhitungan Menurut ketentuan, jika terjadi kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 pada formulir 1721-A1 atau 1721-A2, maka: Kelebihan pajak tersebut wajib dikembalikan oleh pemotong pajak kepada pegawai/pensiunan yang bersangkutan, bersama dengan pemberian bukti pemotongan 1721-A1 atau 1721-A2. Jika kelebihan pemotongan berasal dari PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah, maka kelebihan ini tidak dikembalikan. Bukti pemotongan 1721-A1 atau 1721-A2 ini akan menjadi dasar bagi pegawai/pensiunan dalam menyusun laporan SPT Tahunan PPh. Cara Mengisi SPT Agar Tidak Lebih Bayar Ketika mengisi SPT Tahunan, pastikan Anda menjumlahkan seluruh PPh Pasal 21 yang telah dipotong/dipungut atau ditanggung pemerintah selama tahun berjalan sejak awal bekerja hingga Desember. Besarnya PPh Pasal 21 yang dapat dikreditkan dalam SPT Tahunan orang pribadi harus diisi di kolom yang sesuai, tergantung pada jenis formulir yang digunakan: Jika menggunakan SPT 1770: Isikan di Lampiran II (Formulir 1770-II) Bagian A kolom 7 Jika menggunakan SPT 1770S: Isikan di Lampiran I (Formulir 1770S-I) Bagian C kolom 7 Jika menggunakan SPT 1770SS: Isikan di Induk SPT 1770SS Bagian A angka 6 Kolom-kolom tersebut harus diisi dengan jumlah PPh Pasal 21 yang terutang dalam satu tahun pajak yang tercantum pada: Angka 21 pada 1721-A1 Angka 22 pada 1721-A2 Contoh Pengisian SPT Nihil Mari kita lihat contoh kasus berikut: Argi adalah seorang pegawai di PT Z yang berstatus tidak kawin dan tidak memiliki tanggungan (TK/0). Sepanjang tahun 2024, ia memperoleh penghasilan bruto sebesar Rp120.000.000. Perusahaan tempatnya bekerja telah melakukan pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 setiap bulan menggunakan tarif efektif bulanan. Dari Januari hingga November 2024, PT Z telah memotong pajak sebesar Rp3.465.000. Pada bulan Desember 2024, dilakukan penghitungan ulang terhadap pajak yang seharusnya terutang untuk memastikan kesesuaian jumlah pemotongan pajak dengan total kewajiban pajaknya. Penghitungan Pajak 1. Penghasilan Bruto Setahun Total penghasilan bruto yang diperoleh selama tahun 2024: Rp120.000.000 2. Pengurangan (Biaya Jabatan) Biaya jabatan setahun: Rp6.000.000 Penghasilan neto setelah dikurangi biaya jabatan: Rp114.000.000 3. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) PTKP untuk Wajib Pajak dengan status TK/0: Rp54.000.000 Penghasilan kena pajak setelah dikurangi PTKP: Rp60.000.000 4. Perhitungan PPh Pasal 21 Terutang Tarif pajak yang berlaku untuk penghasilan kena pajak: 5% […]