Kemenkeu Pastikan Perpanjangan PPh Final UMKM 0,5% pada 2025

Pemerintah memastikan kebijakan Pajak Penghasilan (PPh) Final bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dengan tarif 0,5% akan diperpanjang pada 2025. Namun, pelaksanaannya masih menunggu penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur perpanjangan tersebut. Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, belum memberikan keterangan saat ditanya mengenai kepastian kebijakan ini pada Kamis (13/3). “Kita lihat nanti,” ujarnya di Gedung Kementerian Keuangan. Namun, pada Sabtu (15/3), Febrio memberikan penjelasan tertulis yang menegaskan bahwa pemerintah tetap akan memberlakukan tarif PPh Final UMKM 0,5% pada 2025 sembari menunggu regulasi resminya diterbitkan. “Tarif PPh Final 0,5% untuk UMKM yang berakhir pada 2024 akan diperpanjang pada 2025 ini sambil menunggu PP-nya terbit,” kata Febrio dalam keterangan tertulisnya. Berdasarkan peraturan yang berlaku, WP Orang Pribadi (WP OP) UMKM seharusnya tidak lagi mendapatkan tarif PPh Final 0,5% mulai 2025. Aturan yang telah diterapkan sejak 2018 ini hanya berlaku hingga akhir 2024. Ketentuan dalam Pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 mengatur bahwa jangka waktu penerapan tarif PPh Final 0,5% paling lama tujuh tahun untuk WP orang pribadi, empat tahun untuk WP badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer (CV), firma, badan usaha milik desa/badan usaha milik desa bersama, atau perseroan perorangan, serta tiga tahun untuk WP badan berbentuk perseroan terbatas. Berdasarkan data KONTAN, sekitar 1,23 juta WP UMKM seharusnya mulai membayar pajak dengan tarif normal sesuai ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan pada 2025.  Adapun tarif PPh Final UMKM 0,5% berlaku bagi wajib pajak orang pribadi atau badan dalam negeri yang memiliki peredaran bruto tidak lebih dari Rp 4,8 miliar dalam satu tahun pajak.   Sumber: https://nasional.kontan.co.id/news/kemenkeu-pastikan-perpanjangan-pph-final-umkm-05-pada-2025

Pelaku UMKM Bersiap Tinggalkan PPh Final 0,5%, Mulai Pakai Tarif Umum

Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sepertinya perlu bersiap untuk menjalankan kewajiban pajaknya menggunakan ketentuan umum sesuai dengan Pasal 17 UU PPh. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Senin (24/3/2025). Kenapa demikian? Bukankah pelaku UMKM masih memiliki fasilitas PPh final 0,5%? Ya, betul. Sesuai dengan kebijakan pemerintah, mestinya ada perpanjangan masa berlaku PPh final sebesar 0,5% bagi pelaku UMKM hingga 2025. Kebijakan ini berlaku bagi wajib pajak orang pribadi yang sudah memanfaatkan skema PPh final selama 7 tahun pajak, yakni sejak 2018 hingga 2024. Artinya, ada penambahan masa berlaku 1 tahun. Namun, hingga saat ini ketentuan teknis atas perpanjangan masa berlaku PPh final UMKM tak kunjung terbit. Karenanya, bagi wajib pajak orang pribadi yang sudah menggunakan PPh final selama 7 tahun maka perlu melanjutkan pemenuhan pajaknya dengan ketentuan umum sesuai dengan Pasal 17 UU PPh. Tidak jelasnya nasib perpanjangan PPh final UMKM juga berimbas pada tidak terbitnya surat keterangan (suket) PP 55/2022 bagi wajib pajak UMKM. Suket PP 55 adalah surat yang menerangkan bahwa wajib pajak memenuhi kriteria sebagai wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, yakni maksimal Rp4,8 miliar sesuai dengan PP 55/2022. Suket PP 55 diperlukan agar wajib pajak UMKM dikenai pemotongan PPh sebesar 0,5% bersifat final ketika bertransaksi dengan pihak yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut PPh. Presiden Prabowo Subianto sebenarnya sempat mengumumkan sederet paket stimulus pada awal Maret 2025. Sayangnya, perpanjangan PPh final UMKM tidak tercantum dalam materi paparan presiden. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan perpanjangan periode PPh final dengan tarif 0,5% selama setahun bagi UMKM orang pribadi ini telah disetujui di internal pemerintah. Namun, kebijakan ini memang tidak termasuk dalam paket stimulus.  Selain informasi mengenai pemenuhan kewajiban pajak bagi pelaku UMKM, ada pula informasi perpajakan lain yang menjadi diulas oleh media nasional. Di antaranya, perlunya wajib pajak mendaftarkan rekeningnya di coretax system, menyoal kembali buruknya performa coretax system yang berdampak kepada wajib pajak, seretnya menaikkan tax ratio, hingga ketentuan pemberitahuan norma penghitungan penghasilan bruto (NPPN).

Pemerintah Rilis Aturan Terbaru soal Kebijakan dan Pengaturan Ekspor

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah memperkuat konservasi spesies tumbuhan alam, satwa liar, dan ikan dilindungi melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 9/2025 tentang perubahan ketiga dari Permendag 23/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor. Revisi dilakukan sebagai wujud komitmen Indonesia terhadap pemanfaatan spesies yang termasuk dalam Appendiks Convention on International Trade of Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) dan non-CITES atau perlindungan terbatas. “Pemerintah ingin memastikan kebijakan ekspor tetap memperhatikan status konservasi. Jika makin sedikit populasi spesies tersebut di alam, pemanfaatannya pun akan dibatasi,” kata Plt. Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Isy Karim, dikutip pada Senin (24/3/2025). Isy menambahkan Permendag 9/2025 diperlukan untuk memperkuat perlindungan terhadap Ikan Sidat (Anguilla spp.). Jenis ikan tersebut memiliki nilai ekonomi tinggi di luar negeri, tetapi jumlahnya di Indonesia terbatas. Selain ikan sidat, apabila ditelusuri, Permendag 9/2025 juga berfokus pada perlindungan spesies flora dan fauna yang dilindungi, termasuk ikan hiu dan pari dari beberapa famili yang telah masuk dalam daftar Appendiks II CITES. Perlu diketahui, Appendiks II CITES merupakan daftar spesies yang belum terancam punah, tetapi berpotensi terancam jika perdagangannya tidak diatur. Lebih lanjut, revisi tersebut juga dimaksudkan untuk menyelaraskan antara peraturan perdagangan dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.80/Kepmen-KP/2020 tentang Perlindungan Terbatas Ikan Sidat (Anguilla spp.). Permendag 9/2025 juga dirilis untuk menyesuaikan ketentuan ekspor komoditas pertambangan. Melalui beleid itu, pemerintah mengakomodasi ketentuan ekspor bagi perusahaan yang telah menyelesaikan pembangunan fasilitas pemurnian mineral logam tetapi menghadapi kendala operasional karena kondisi kahar. Dengan demikian, pemerintah melalui Permendag 9/2025 memberi kesempatan bagi eksportir produk pertambangan hasil pengolahan berupa konsentrat tembaga untuk dapat melaksanakan ekspor. “Selama tetap menjalankan proses penyelesaian perbaikan akibat keadaan kahar,” kata Isy. Permendag 9/2025 juga akan memperkuat regulasi kratom, khususnya untuk meningkatkan kualitas dan kepastian berusaha bagi eksportir. Aturan ini ditujukan untuk memastikan akurasi kapasitas mesin penggiling kratom serta Persentase Hak Ekspor Kratom (PHEK). Seperti dilansir laman resmi kemendag.go.id, penyesuaian tersebut juga mencakup persyaratan pengecualian kratom untuk pameran dan impor yang diekspor kembali di kawasan pabean atau Tempat Penimbunan Sementara (TPS).

Selamat datang! Ada yang bisa kami bantu? :)