JAKARTA, DDTCNews – Kring Pajak mengingatkan bahwa layanan Info Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP) tak lagi bisa diakses melalui DJP Online. Sekarang, layanan Info KSWP bisa diakses melalui Coretax DJP. Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-33/PJ/2016, konfirmasi status wajib pajak (KSWP) adalah kegiatan yang dilakukan instansi pemerintah sebelum memberikan layanan publik tertentu untuk memperoleh keterangan status wajib pajak. “Untuk permohonan KSWP, saat ini diakses melalui laman Coretax yah,” sebut Kring Pajak di media sosial, Kamis (10/4/2025). Untuk mengakses layanan Info KSWP di Coretax DJP, buka laman https://coretaxdjp.pajak.go.id. Setelah itu, masukkan NIK/NPWP, kata sandi, dan kode captcha. Jika sudah, klik Login. Pada dashboard Coretax DJP, pilih menu Layanan Wajib Pajak dan klik Buat Permohonan Layanan Administrasi. Lalu, pada kolom Jenis Pelayanan Wajib Pajak, pilih AS.01 Pemenuhan Kewajiban Perpajakan dan klik AS.01-02 KSWP. Jika nomor kasus sudah terbentuk, silakan pilih Alur Kasus. Nanti, Anda akan melihat kolom Detail Umum Permohonan KSWP. Pastikan data identitas wajib pajak telah sesuai. Jika sudah, gulir ke bawah untuk menemukan form yang harus diisi. Silakan isi nama instansi pemerintah pemberi layanan publik, nama layanan publik, tahun dan kota/kabupaten ditandatanganinya formulir. Setelah diisi, silakan tekan Simpan. Nanti, Anda akan melihat kolom Taxpayer Tax Clearance Status. Pada kolom tersebut, Anda akan melihat status SPT Tahunan 2 tahun terakhir dan status NPWP aktif. Tekan refresh apabila data belum terkoneksi. Apabila sudah, pada dokumen keluar tekan Create PDF. Silakan isi kolom yang bertanda bintang. Jika sudah, tekan Simpan. Setelah itu, tandatangani dokumen dengan menekan Sign. Nanti, akan muncul kotak untuk penandatanganan elektronik. Silakan tandatangani dokumen menggunakan kode otorisasi DJP atau sertifikat digital lainnya. Jika sudah tekan Simpan. Gulir halaman ke bawah dan pastikan semua sudah terisi. Jika sudah, tekan Submit. Setelah notifikasi muncul, gulir ke bagian bawah. Tekan Download pada Dokumen Keluar untuk mendapatkan Surat Keterangan Status Wajib Pajak. Klik Lanjut pada bagian bawah halaman untuk menutup kasus. Sumber: https://news.ddtc.co.id/berita/nasional/1809976/layanan-kswp-bisa-diakses-via-coretax-djp-tak-lagi-di-djp-online
Pemprov DKI Jakarta Beri Insentif PBB-P2 Tahun 2025, Pembebasan Hingga 100 Persen
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali menggulirkan insentif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) tahun 2025. Kebijakan ini resmi diberlakukan mulai 8 April 2025 melalui Keputusan Gubernur Nomor 281 Tahun 2025 tentang Kebijakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Tahun 2025. Program ini dirancang sebagai wujud kepedulian pemerintah dalam menciptakan keadilan perpajakan serta menyesuaikan beban pajak dengan kemampuan masyarakat. Kepala Badan Pendapatan Daerah DKI Jakarta Lusiana Herawati, menegaskan bahwa insentif ini diharapkan dapat meringankan beban Wajib Pajak sekaligus meningkatkan kepatuhan dalam membayar pajak. “Dengan adanya insentif PBB-P2 tahun 2025 ini merupakan bentuk dukungan Pemprov DKI Jakarta untuk mengurangi beban Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya serta meningkatkan kepatuhan pajak, sehingga optimalisasi penerimaan pajak daerah dapat berjalan tanpa membebani Wajib Pajak secara berlebihan,” ujar Lusiana dalam keterangan resminya, dikutip Pajak.com pada Sabtu (12/4/2025). Berikut rincian kebijakan insentif PBB-P2 tahun 2025: 1. Pembebasan Pokok PBB-P2 Pemprov DKI memberikan pembebasan penuh (100 persen) pokok PBB-P2 untuk tahun pajak 2025, dengan syarat: Rumah tapak dengan NJOP maksimal Rp2 miliar atau rumah susun dengan NJOP maksimal Rp650 juta; Wajib Pajak adalah orang pribadi; Jika memiliki lebih dari satu objek pajak, hanya satu objek dengan NJOP tertinggi yang dibebaskan; NIK wajib tervalidasi di akun Pajak Online. 2. Pengurangan Pokok PBB-P2 Tahun Pajak 2025 Untuk Wajib Pajak yang tidak memenuhi syarat pembebasan penuh, sistem akan otomatis memberikan: Pengurangan sebesar 50 persen dari PBB-P2 terutang tahun 2025; Pengurangan nilai tertentu agar kenaikan pembayaran tidak melebihi 50 persen dibanding tahun pajak 2024. 3. Keringanan Pokok PBB-P2 Keringanan diberikan sesuai waktu pembayaran, sebagai berikut: – Tahun Pajak 2025 Keringanan 10 persen jika membayar antara 8 April – 31 Mei 2025; Keringanan 7,5 persen untuk pembayaran 1 Juni – 31 Juli 2025; Keringanan 5 persen untuk pembayaran 1 Agustus – 30 September 2025. – Tahun Pajak 2020–2024 Keringanan 5 persen untuk pembayaran antara 8 April – 31 Desember 2025. – Tahun Pajak 2013–2019 Keringanan 50 persen untuk pembayaran pada periode yang sama. – Tahun Pajak 2010–2012 Tambahan keringanan 25 persen atas dasar Pergub Nomor 124 Tahun 2017. 4. Pembebasan Sanksi Administratif Insentif ini juga mencakup penghapusan denda sebagai berikut: Pembebasan bunga angsuran bagi Wajib Pajak yang mencicil PBB-P2 pada 8 April – 31 Desember 2025; Penghapusan bunga keterlambatan bagi Wajib Pajak yang membayar PBB-P2 tahun pajak 2013–2024; Termasuk pembebasan denda atas pokok yang telah dilunasi, namun belum menyelesaikan administrasi atau belum diterbitkan surat tagihan. Melalui kebijakan ini, Pemprov DKI Jakarta berusaha menjaga keseimbangan antara penerimaan daerah dan kondisi ekonomi masyarakat. Pajak daerah memang menjadi sumber pembiayaan utama untuk pembangunan, tetapi harus tetap memperhatikan daya beli warga. Insentif ini menjadi peluang besar bagi masyarakat untuk menyelesaikan kewajiban pajak dengan beban lebih ringan. Dengan sistem yang semakin transparan dan insentif yang menyasar kelompok rentan, DKI Jakarta berharap mampu memperluas basis pajak tanpa menambah tekanan ekonomi bagi Wajib Pajak. Sumber: https://www.pajak.com/pajak/pemprov-dki-jakarta-beri-insentif-pbb-p2-tahun-2025-pembebasan-hingga-100-persen/
Nasib Perpanjangan PPh Final UMKM, DJP Bilang Aturannya Masih Disusun
Sampai saat ini wajib pajak masih dibuat menunggu tentang kepastian perpanjangan periode pemanfaatan PPh final UMKM sebesar 0,5%. Alasannya, aturan teknisnya tak kunjung muncul. Topik tentang hal ini menjadi salah satu sorotan media nasional sepanjang pekan terakhir. Kendati aturannya tak kunjung muncul, Ditjen Pajak (DJP) mengeklaim pemerintah tetap bakal memperpanjang jangka waktu pemanfaatan PPh final UMKM. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan masa berlaku insentif PPh final UMKM bagi wajib pajak orang pribadi akan diperpanjang sesuai dengan pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Pengaturan terkait hal tersebut saat ini masih dalam proses penyusunan. Meski begitu, DJP tak memberikan petunjuk lebih lanjut terkait dengan hal-hal yang harus dilakukan wajib pajak orang pribadi yang sudah memanfaatkan PPh final UMKM selama 7 tahun mulai 2018 hingga 2024. Misal, dalam hal wajib pajak orang pribadi UMKM yang sudah memanfaatkan PPh final sejak 2018, apakah boleh menyetorkan PPh final UMKM sebesar 0,5% atas bagian omzet di atas Rp500 juta meski regulasi perpanjangan masa berlaku PPh final UMKM belum diperbarui? Tidak ada kejelasan dari DJP mengenai hal ini. Merujuk pada Pasal 7 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 164/2023, wajib pajak UMKM harus menyetorkan PPh final secara rutin setiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Kewajiban penyetoran PPh final UMKM bagi wajib pajak orang pribadi UMKM timbul dalam hal omzet secara kumulatif dalam suatu tahun pajak sudah melebihi omzet tidak kena pajak Rp500 juta. Sebagai informasi, perpanjangan jangka waktu pemanfaatan PPh final UMKM bagi wajib pajak orang pribadi yang memanfaatkan skema tersebut sejak 2018 sudah dijanjikan oleh pemerintah sejak akhir tahun lalu. Namun, peraturan pemerintah yang melandasi kebijakan tersebut tak kunjung terbit. Meski diputuskan diperpanjang, Sri Mulyani sempat menyatakan bahwa skema PPh final UMKM dengan tarif 0,5% yang sudah diberlakukan sejak 2018 tersebut akan dievaluasi. Insentif pajak ini sebenarnya tetap, cuma fasilitas menggunakan PPh final ini kita evaluasi. Apakah masih dibutuhkan atau UMKM sudah punya kapasitas sehingga bisa diperlakukan secara lebih adil. Menurut Sri Mulyani, skema PPh final UMKM sesungguhnya tidak sepenuhnya adil bagi UMKM. Sebab, wajib pajak diharuskan membayar pajak berdasarkan omzet, bukan laba bersih. Akibatnya, PPh final UMKM berpotensi menimbulkan beban pajak yang berlebih bagi UMKM. Selain bahasan mengenai PPh final UMKM, ada beberapa topik lain yang menarik untuk diulas kembali. Di antaranya, kinerja penerimaan pajak Maret 2025, update negosiasi tarif impor antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS), kinerja pelaporan SPT Tahunan, hingga gugatan mengenai syarat kuasa hukum di Pengadilan Pajak.