Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal atau Ditjen Pajak Kementerian Keuangan mengimbau penerima penghasilan atau karyawan untuk segera melakukan aktivasi akun Coretax agar Surat Pemberitahuan atau SPT Tahunan dapat ter-prepopulated. Sistem prepopulated memungkinkan Wajib Pajak (WP) dalam mengisi SPT secara otomatis dan mengurangi adanya kesalahan pengisian. “Kami mengimbau kepada penerima penghasilan untuk segera mengaktivasi akunnya di Coretax DJP,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Dwi Astuti dalam keterangan resmi, Selasa (4/2/2025). Pasalnya, apabila WP belum melakukan aktivasi akun Coretax DJP, pembuatan bukti potong akan dilakukan dengan menggunakan NPWP sementara (temporary TIN) yang disediakan oleh sistem. Dwi Astuti mengingatkan bahwa NPWP sementara tersebut memiliki konsekuensi yaitu bukti potong yang dibuat tidak akan terkirim ke akun wajib pajak penerima penghasilan sehingga tidak akan masuk (tidak akan ter-prepopulated) ke SPT Tahunan penerima penghasilan. Dengan kata lain, pengisian SPT tidak dapat dilakukan secara otomatis. Adapun melalui pembaruan dan perbaikan Coretax, pembuatan bukti potong PPh pada aplikasi Coretax DJP dilakukan melalui tiga skema, yaitu input manual untuk setiap bukti potong (key in) di Coretax DJP. Selain itu, dengan mengunggah file *.XML pada akun wajib pajak pemberi penghasilan untuk wajib pajak dalam jumlah besar (massal) atau melalui Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP). Sampai dengan tanggal 3 Februari 2025 pukul 23.59 WIB, jumlah bukti potong PPh yang telah terbit untuk masa Januari 2025 yaitu sebesar 1.259.578. Dari jumlah tersebut, sebesar 263.871 bukti potong PPh diterbitkan oleh wajib pajak instansi pemerintah yang terdiri dari 199.177 bukti potong PPh 21 untuk karyawan tetap, 46.936 bukti potong PPh 21 untuk karyawan tidak tetap, dan 17.758 bukti potong PPh unifikasi. Adapun bukti potong PPh yang diterbitkan oleh wajib pajak pemotong PPh non-instansi pemerintah yaitu berjumlah 995.707 yang mencakup 528.976 bukti potong PPh 21 untuk karyawan tetap, 99.559 bukti potong PPh 21 untuk karyawan tidak tetap, 415 bukti potong PPh 26, dan 366.757 bukti potong PPh unifikasi. Di sisi lain, setelah lebih dari 1 bulan implementasi Coretax, warganet masih terus mengeluhkan sistem yang bernilai Rp1,3 triliun tersebut. Mulai dari keluhan sistem yang justru mempersulit pembuatan faktur pajak, eror, hingga gagal masuk atau log in. “Padahal e-faktur bisa download sekaligus. Coretax malah kemunduran ini bayangkan aja FP [faktur pajak] ratusan disuruh download satu-satu hadehhh,” tulis akun @singgihekos dalam kolom komentar Instagram @ditjenpajakri, dikutip pada Selasa (4/2/2025). Sumber: https://ekonomi.bisnis.com/read/20250204/259/1836844/masa-lapor-spt-ditjen-pajak-imbau-karyawan-aktivasi-akun-coretax
DJP Update Soal Bukti Potong dan Surat Teguran pada Sistem Coretax
Pembuatan bukti potong PPh pada sistem Coretax dilakukan melalui 3 skema, yaitu: input manual untuk setiap bukti potong (key in) di Coretax DJP, mengunggah file XML pada akun wajib pajak pemberi penghasilan untuk wajib pajak dalam jumlah besar (massal), melalui Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP). DJP mengimbau penerima penghasilan untuk segera melakukan aktivasi akunnya di Coretax sehingga dapat melaporkan SPT dengan bukti potong yang sudah prepopulated pada SPT-nya. Mengenai surat teguran, penerbitan surat teguran pada aplikasi Coretax dilakukan secara otomatis berdasarkan data administrasi perpajakan DJP. Penerbitan surat teguran tersebut dilakukan saat wajib pajak memiliki tunggakan. Penerbitan surat teguran ini merupakan bagian dari imbauan kepatuhan pajak berbasis data dan otomatisasi. DJP pun mengimbau wajib pajak yang menerima surat teguran secara berulang atau menemukan adanya ketidaksesuaian dengan data yang dimiliki untuk segera melakukan pengecekan pada Coretax DJP.
Penerbitan Surat Teguran di Coretax Dilakukan Secara Otomatis
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan bahwa penerbitan Surat Teguran terhadap wajib pajak dilakukan secara otomatis melalui aplikasi Coretax DJP. Hal ini disampaikan langsung oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti, yang menekankan bahwa proses tersebut berbasis data administrasi perpajakan yang dimiliki DJP. “Perlu kami sampaikan bahwa penerbitan surat teguran pada aplikasi Coretax DJP dilakukan secara otomatis berdasarkan data administrasi perpajakan DJP,” tulis Dwi dalam keterangan resminya, Selasa (4/2). Dwi mengatakan, penerbitan surat teguran tersebut dilakukan ketika wajib pajak memiliki tunggakan yang sudah inkracht (berkekuatan hukum tetap). Penerbitan surat teguran ini merupakan bagian dari upaya DJP dalam mendorong kepatuhan pajak berbasis data dan otomatisasi. Lebih lanjut, DJP mengimbau kepada wajib pajak yang menerima surat teguran secara berulang atau menemukan ketidaksesuaian dengan data yang dimiliki untuk segera melakukan pengecekan melalui aplikasi Coretax DJP. Setelah itu, wajib pajak dapat menginformasikan hal dimaksud melalui saluran helpdesk yang ada di unit kerja DJP atau melalui layanan Kring Pajak di nomor 1500 200 dengan menyertakan dokumen pendukung agar dapat ditindaklanjuti dengan baik oleh DJP. Sumber: https://nasional.kontan.co.id/news/djp-tegaskan-penerbitan-surat-teguran-di-coretax-dilakukan-secara-otomatis
Fitur Baru! Ini Fungsi dan Penggunaan “NPWP Sementara” dalam ”Core Tax”
Pajak.com, Jakarta – Core tax menghadirkan fitur baru ”NPWP Sementara” dalam penginputan bukti potong (bupot) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dan PPh Unifikasi. Apa fungsi dan cara menggunakan fitur terbaru tersebut? Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menjelaskan bahwa mulai 30 Januari 2025, saat Wajib Pajak memasukkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tidak padan atau belum memiliki NPWP, sistem core tax akan menampilkan notifikasi dan memberikan opsi layanan ”NPWP Sementara” atau temporary TIN (Tax Identification Number). ”Selain opsi mendaftarkan NPWP dengan aktivasi NIK/register only di core tax, kini tersedia (fitur) ’NPWP Sementara’ sebagai alternatif agar proses pemotongan dan pelaporan pajak dapat dilakukan lebih mudah dan cepat,” jelas DJP dalam slide resminya, dikutip Pajak.com, (3/2). Fungsi Fitur ”NPWP Sementara” dalam ”Core Tax” Dengan demikian, fitur ”NPWP Sementara” memberikan opsi tambahan bagi pemberi kerja yang memiliki karyawan atau penerima penghasilan yang belum memiliki NPWP atau belum padan dengan NIK. Artinya, Wajib Pajak tidak perlu menunggu aktivasi NIK untuk menyelesaikan administrasi perpajakannya. ”Penerima penghasilan tetap bisa mengkreditkan PPh, jika mendaftarkan NPWP di kemudian hari. Pengkreditan PPh dilakukan secara manual dalam SPT (Surat Pemberitahuan) tahunan penerima penghasilan,” ujar DJP. Selain input manual satu per satu (key-in), pemberi kerja juga dapat menerbitkan bupot melalui impor Extensible Markup Language (XML) di fitur ”NPWP Sementara”. ”Jika menggunakan metode ini, NIK yang tidak padan atau belum memiliki NPWP akan otomatis dikonversi oleh sistem ke fitur ”NPWP Sementara”/temporary TIN tanpa perlu konfirmasi tambahan,” jelas DJP. Cara Penggunaan Fitur ”NPWP Sementara” dalam ”Core Tax” Berikut ini cara menggunakan fitur ”NPWP Sementara” dalam core tax: Input bupot dengan NIK. Apabila NIK tidak padan atau belum memiliki NPWP, maka akan muncul notifikasi konfirmasi: ”TIN XXXX saat ini belum terdaftar dalam sistem. Sistem akan otomatis menggunakan TIN 9990000000999000 sebagai TIN penerima penghasilan pada bukti potong PPh. Apakah anda setuju?”; Klik ”Ya”, jika pemberi kerja akan menggunakan fitur ”NPWP Sementara”; Pastikan muncul NIK di kolom ”Nama”; Pilih nama objek pajak, lalu isi nominal penghasilan bruto; Jika sudah terisi semua, bisa langsung klik ”Submit”. Pastikan Wajib Pajak menggunakan akun signer/person in charge (PIC); Kembali ke dashboard e-Bupot, cek di tab ”Belum Terbit”, maka akan tertampil list bupot yang baru dibuat; Pilih ”Bupot”, lalu klik ”Terbitkan”; dan Selesai. Bupot telah terbit.
Surat Keputusan Pembetulan di Sistem Coretax
Surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak (SKP), surat tagihan pajak (STP), atau beragam surat keputusan. Pembetulan dalam konteks ini terkait dengan kesalahan atau kekeliruan yang bersifat manusiawi yang perlu dibetulkan sebagaimana mestinya. Poin yang perlu digarisbawahi, sifat kesalahan atau kekeliruan yang perlu dibetulkan tersebut tidaklah mengandung persengketaan antara fiskus dan wajib pajak. Apabila wajib pajak menemukan adanya kesalahan atau kekeliruan pada SKP, STP, atau surat keputusan maka bisa mengajukan permohonan pembetulan. Di sisi lain, apabila fiskus menjadi pihak yang mendapati adanya kesalahan atau kekeliruan maka pembetulan bisa dilakukan secara jabatan oleh dirjen pajak. Berlakunya coretax membawa perubahan yang masif dalam pelaksanaan kewajiban dan hak perpajakan. Coretax dan pos elektronik (email) wajib pajak akan menjadi saluran penyampaian beragam keputusan dan dokumen elektronik. Salah satu keputusan dalam bentuk elektronik yang dikirimkan melalui coretax atau email wajib pajak adalah surat keputusan pembetulan (Pasal 11 ayat (2) PMK 118/2024). Sehubungan dengan perubahan tersebut, Kementerian Keuangan pun telah menyesuaikan tata cara permohonan dan penyelesaian pembetulan melalui PMK 118/2024. Pasal 60 ayat (1) dan ayat (2) beleid tersebut menegaskan surat keputusan pembetulan di antaranya dikirimkan melalui coretax.
Cara Baru Daftar NPWP Online Melalui Coretax System
Masyarakat kini bisa mendaftar Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) orang pribadi melalui Sistem Inti Administrasi Perpajakan atau Coretax System. Fitur ini bisa diakses 1 Januari 2025 lalu, seiring dengan pemberlakuan Coretax System. “Sejak 1 Januari 2025 pendaftaran NPWP bisa dilakukan melalui coretaxdjp.pajak.go.id. Dengan layanan terbaru ini, Anda dapat mendaftar NPWP kapan saja dan di mana saja,” papar Ditjen Pajak (DJP) di laman Instagram @ditjenpajakri, dikutip Senin (20/1/2025). Berikut cara mendaftar NPWP melalui Coretax System: Buka laman coretaxdjp.pajak.go.id klik Daftar Di Sini Siapkan KTP dan Kartu Keluarga Pilih “Perorangan” untuk pendaftaran Wajib Pajak Orang Pribadi Klik “Ya, Wajib Pajak Memiliki NIK” Pilih pendaftaran dengan Aktivasi NIK Isikan data dan identitas Wajib Pajak Klik tombol Verifikasi jika data sudah lengkap dan benar Klik Lanjut jika data berhasil diverifikasi Kemudian lakukan verifikasi dengan memasukan Kode OTP yang dikirimkan ke e-mail dan nomor telepon pribadi Klik Lanjut setelah data berhasil diverifikasi Tambahkan data Orang yang Mempunyai Hubungan Istimewa, seperti pasangan, anak cucu, saudara atau orang tua kemudian Klik ‘Lanjut’ Isikan data sumber penghasilan dan Klik ‘Simpan’ Pastikan terdapat checklist pada kolom kode KLU dan klik ‘Lanjut’ Isikan kedua kolom alamat yakni alamat domisili dan alamat sesuai KTP Pastikan ‘Alamat Sesuai KTP’ sesuai dengan data dalam KTP Isikan data geometris sehingga muncul data berupa altitude dan latitude Klik tombol ‘Verifikasi’ dan ketika sudah berhasil klik ‘Lanjut’ Lakukan validasi foto dalam bentuk unggahan foto atau foto terbaru pada kamera Setelah foto berhasil tervalidasi oleh sistem klik ‘Lanjut’ Langkah terakhir, checklist konfirmasi pernyataan kepatuhan dan klik tombol ajukan permohonan. Setelah semua langkah telah dilalui, Ditjen Pajak juga mengingatkan untuk melakukan cek berkala kotak masuk e-mail Anda untuk mendapatkan informasi terkait penerbitan NPWP yang didaftarkan. Sumber: https://www.cnbcindonesia.com/tech/20250202055326-37-607244/cara-baru-daftar-npwp-online-lewat-coretax-system-catat
Ini Prosedur Penyitaan Surat Berharga di Pasar Modal Menurut PMK 115/2024
Pajak.com, Jakarta – Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115 Tahun 2024 tentang Penagihan Kepabeanan dan Cukai (PMK 115/2024) ini menjelaskan langkah-langkah terkait penagihan utang kepabeanan dan cukai, salah satunya adalah penyitaan surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal. Kebijakan ini memperkuat wewenang jurusita kepabeanan dan cukai, yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan penagihan utang, terutama pada aset berharga yang terlibat dalam pasar modal. Pajak.com akan mengulas prosedur penyitaan surat berharga di pasar modal untuk Anda berdasarkan PMK 115/2024. Objek Sita di Pasar Modal Jurusita, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 PMK 115/2024, berperan melaksanakan penagihan dengan berbagai tindakan, termasuk pemberitahuan surat paksa, penyitaan, dan bahkan penyanderaan, jika diperlukan. Salah satu aspek penting yang diatur dalam PMK yang akan berlaku pada 30 Januari 2025 ini adalah mekanisme penyitaan surat berharga milik penanggung utang yang diperdagangkan di pasar modal. Penyitaan surat berharga di pasar modal sesuai dengan PMK 115/2024 mencakup berbagai instrumen keuangan, termasuk obligasi, saham, dan sejenisnya yang diperdagangkan di bursa. Instrumen-instrumen ini dianggap sebagai objek sita yang dapat digunakan untuk melunasi utang kepabeanan dan cukai yang belum dibayar. Prosedur Penyitaan Jurusita memiliki wewenang untuk menyita semua jenis surat berharga yang dimiliki oleh penanggung utang, dengan tujuan agar hasil penyitaan dapat mencukupi nilai utang yang harus dilunasi. Proses penyitaan ini tidak dapat dilakukan sembarangan, melainkan diawali dengan pemblokiran surat berharga tersebut. Pemblokiran dimulai ketika jurusita, dengan wewenangnya, meminta informasi mengenai nomor rekening keuangan dan saldo harta kekayaan penanggung utang dari lembaga jasa keuangan sektor pasar modal. “Lembaga Jasa Keuangan sektor pasar modal wajib memberitahukan nomor Rekening Keuangan dan saldo harta kekayaan Penanggung Utang paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan pemberitahuan,” bunyi Pasal 44 ayat (3) PMK 115/2024, dikutip Pajak.com, Rabu (29/01). Setelah menerima informasi tersebut, jurusita mengajukan permintaan resmi kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk melakukan pemblokiran. Permintaan ini harus disertai dengan dokumen pendukung seperti salinan surat paksa dan surat perintah pelaksanaan penyitaan. Selanjutnya, lembaga jasa keuangan yang terkait dengan sektor pasar modal pun diwajibkan merespons dengan membuat berita acara pemblokiran yang mencakup detail tentang nomor rekening dan waktu pelaksanaan pemblokiran. Pencabutan Pemblokiran Namun, PMK 115/2024 juga memberikan ruang bagi penanggung utang untuk menghindari penyitaan. Pemblokiran dapat dicabut jika penanggung utang mampu melunasi utangnya atau memberikan jaminan berupa barang lain yang nilainya setara dengan utang yang belum dilunasi. Adapun barang lain yang nilainya setara dengan utang yang belum dilunasi bisa merupakan milik penanggung utang, termasuk milik istri atau suami dan anak yang masih dalam tanggungan penanggung utang, kecuali terdapat perjanjian pemisahan harta. Selain itu, barang atau harta tersebut tidak sedang dijaminkan atas pelunasan utang tertentu. Syarat lainnya, barang tersebut harus mudah dijual atau dicairkan. Di sisi lain, apabila utang tetap tidak dilunasi setelah pemblokiran, jurusita memiliki wewenang untuk melanjutkan ke tahap penyitaan surat berharga, yang bertujuan untuk mencairkan nilai aset hingga mencukupi pelunasan utang dan biaya penagihan. PMK ini memastikan adanya keterlibatan pihak-pihak terkait dalam setiap tahap proses penyitaan, mulai dari penanggung utang hingga lembaga jasa keuangan dan OJK, yang menjadikan transparansi dalam proses ini sebagai salah satu prioritas utama. Langkah ini merupakan upaya pemerintah […]
Belum Bisa Tambahkan “Role” Akses di “Core Tax”? Berikut Langkah-Langkah dari DJP
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menerima banyak pengaduan terkait kendala teknis penggunaan core tax melalui kanal X (@kring_pajak). Beberapa Wajib Pajak mengeluhkan kegagalan penambahan role akses. DJP pun menyarankan Wajib Pajak untuk mengikuti langkah-langkah berikut ini. ”Role access masih belum bisa. Saya sudah mengikuti panduan dengan klik “Ambil Data Terbaru dari DG AHU”, mengganti Deed of Establishment Document Number 1 menjadi nomor: 13. (Kemudian) tambah ”Pihak Terkait”. Dan setiap hari seperti ini, trouble. Tolong,” tulis warganet, dikutip Pajak.com, (31/1). Adapun AHU merupakan akronim dari Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum. Langkah Atasi Kendala Penambahan “Role” Akses di “Core Tax” DJP menyampaikan permohonan maaf atas kendala Wajib Pajak tersebut. DJP mengidentifikasi bahwa kendala tersebut memerlukan pembaruan data pengurus. Oleh sebab itu, ikuti langkah-langkah berikut ini: Silakan klik ”Profil Wajib Pajak”; Pilih ”Informasi Umum”; Klik ”Edit”, scroll ke ”Bagian Informasi Umum”. Klik “Ambil Data Terbaru dari DG AHU”; Jika muncul notifikasi data tidak ditemukan, klik tombol “Ambil Data Terbaru dari DG AHU”. Lakukan berulang kali, sampai kolom data yang terblokir (berwarna abu-abu) dapat terbuka untuk diisi secara manual; dan Isi bagian “Deed of Establishment Document” dengan Nomor Akta Pendirian. ”Apabila sudah dilakukan langkah di atas, namun tetap mengalami kendala yang sama, silakan laporkan kendala tersebut melalui KPP (Kantor Pelayanan Pajak) atau telepon Kring Pajak di 1500200, live chat di http://pajak.go.id, atau e-mail pengaduan di pengaduan@pajak.go.id,” imbuh DJP. Cara Menambahkan ”Role” Akses di ”Core Tax Mengutip buku “Panduan Ringkas Coretax DJP”, Pajak.com menguraikan cara menambahkan role akses di core tax sebagai berikut: Wajib Pajak yang akan ditunjuk sebagai wakil/kuasa harus sudah didaftarkan sebagai ”Pihak Terkait” dengan kategori ”Related Person/Orang Terkait”; Wajib Pajak yang ditunjuk sebagai ”Penanggung Jawab” masuk ke akun orang pribadi core tax, kemudian memilih Wajib Pajak badan atau instansi pemerintah yang akan menunjuk wakil/kuasa; Setelah masuk dalam status impersonating, pilih menu “Wakil/Kuasa Saya” dari panel di sebelah kiri; Layar akan menunjukkan daftar Orang Terkait yang dapat ditunjuk sebagai wakil/kuasa; Klik “Tetapkan Role” untuk setiap Orang Terkait, dan tetapkan peran (role) sesuai kebijakan internal dari Wajib Pajak badan atau instansi pemerintah. Adapun jenis role yang dapat ditetapkan adalah: – Drafter: melakukan pengisian dan pembuatan dokumen perpajakan; – Signer: melakukan penandatanganan dokumen perpajakan. Selesai. Orang Terkait yang ditunjuk sebagai wakil/kuasa Wajib Pajak sudah dapat melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan sesuai role yang ditetapkan Penanggung jawab melalui proses impersonating. DJP menyebut, dalam hal wakil/kuasa sedang login dalam core tax ketika penetapan role dilakukan, maka wakil/kuasa tersebut harus keluar (logout) terlebih dahulu. Kemudian login kembali agar penetapan role dapat mulai berlaku. Sumber: https://www.pajak.com/pajak/belum-bisa-tambahkan-role-akses-di-core-tax-ikuti-langkah-dari-djp-ini/
Alasan Dicabutnya Suket PP 55
Surat Keterangan (SuKet) adalah surat yang menerangkan bahwa Wajib Pajak memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak yang memiliki penghasilan bruto tidak melebihi Rp4,8 Milyar dalam setahun. Namun Kantor Pajak dapat melakukan pembatalan dan pencabutan atas SuKet tersebut apabila terdapat data yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak sudah tidak memenuhi kriteria sesuai ketentuan yang berlaku.
PMK 79 Tahun 2023, Tata Cara Penilaian Harta Berwujud Untuk Tujuan Perpajakan
Sesuai PMK 79/2023, DJP dapat menguji atau meninjau ulang besaran nilai harta berwujud melalui mekanisme penilaian untuk satu atau beberapa masa pajak, bagian tahun pajak, ataupun tahun pajak. Selain itu, penilaian juga dapat dilakukan melalui dua cara yaitu penilaian kantor atau penilaian lapangan. Dalam pelaksanaannya, penilaian kantor dapat dilakukan oleh DJP dalam hal adanya pengawasan, pemeriksaan, prosedur persetujuan bersama, kesepakatan harga transfer, penyelesaian keberatan, pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak, penagihan, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan di bidang perpajakan. Serupa dengan penilaian kantor, dalam konteks penilaian lapangan juga dilakukan dalam pelaksanaan pemeriksaan hingga penyidikan di bidang perpajakan hanya saja dikecualikan dalam pelaksanaan pengawasan. Salah satu objek penilaian yang masuk dalam ruang lingkup PMK 79/2023 ini yaitu terkait penghasilan dari transaksi pengalihan tanah dan/atau bangunan. Oleh karena itu, apabila di kemudian hari DJP menguji atau meninjau ulang melalui mekanisme penilaian terkait besaran nilai transaksi pengalihan tanah dan bangunan yang ditetapkan oleh perusahaan Anda maka hal ini tentu perlu menjadi perhatian lebih lanjut. Hasil penilaian tersebut nantinya juga dapat digunakan oleh DJP sebagai dasar penghitungan pajak terutang perusahan Anda. Pemahaman mengenai mekanisme penilaian yang dilakukan oleh DJP tentu menjadi penting untuk diperhatikan guna meminimalisir risiko yang mungkin timbul di kemudian hari, khususnya terkait besaran nilai transaksi pengalihan tanah dan bangunan yang ditetapkan oleh perusahaan Anda. Mekanisme penilaian meliputi: 1. Penyiapan bahan penilaian; 2. Pengumpulan data objek dan data pendukung penilaian; 3. Analisis data objek dan data pendukung penilaian; 4. Penerapan pendekatan penilaian yang sesuai dengan objek penilaian; dan 5. Penyusunan laporan penilaian.
