Permintaan Konfirmasi Kompensasi Kelebihan Pembayaran Pajak

Wajib Pajak dapat memperoleh restitusi kelebihan pembayaran pajak jika: (i) terdapat kelebihan pembayaran pajak; dan (ii) diberikan bunga. Dalam hal ini, wajib pajak dapat mengajukan restitusi kelebihan pembayaran pajak (restitusi). Namun, kelebihan pembayaran pajak beserta bunganya harus dihitung terlebih dahulu untuk melunasi utang pajak wajib pajak. Apabila setelah perhitungan tersebut masih terdapat sisa atau wajib pajak tidak memiliki utang pajak, maka sisa tersebut akan dikembalikan. Setelah proses restitusi selesai, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan menerbitkan surat ketetapan pajak yang menyatakan kelebihan pembayaran pajak. Surat ketetapan pajak ini meliputi: Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB); Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPPKP); dan Surat Keputusan Pemberian Kompensasi Bunga (SKPIB). Selanjutnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan mengirimkan Surat Permohonan Konfirmasi Kompensasi Kelebihan Pembayaran Pajak kepada wajib pajak. Surat ini, yang juga dikenal sebagai Surat Permohonan Konfirmasi Kelebihan Pembayaran Pajak (SPKKP), akan dikirimkan secara elektronik kepada wajib pajak melalui coretax. Mengacu pada Pasal 154 ayat (3) PMK 81/2024, SPKKP dikirimkan untuk meminta konfirmasi kepada wajib pajak terkait penggunaan sisa kelebihan pembayaran pajak. Terdapat tiga pilihan yang dapat dipilih wajib pajak terkait sisa kelebihan pembayaran pajak: 1. membayar utang pajak atas nama wajib pajak lain; 2. menyetor pajak atas nama sendiri; atau 3. tidak memilih salah satu dan sisa kelebihan pembayaran pajak akan ditransfer ke rekening utama. Wajib pajak harus memberikan persetujuan ini paling lambat: (i) 7 hari sejak tanggal permohonan konfirmasi diajukan; atau (ii) 1 hari sebelum batas waktu penerbitan surat keputusan restitusi kelebihan pembayaran pajak, mana yang lebih dahulu. Apabila wajib pajak tidak memberikan persetujuan dalam jangka waktu yang ditentukan, sisa kelebihan pembayaran pajak akan dikembalikan kepada wajib pajak. Pengembalian akan dilakukan menggunakan nomor rekening dalam negeri atas nama wajib pajak, yang tercantum dalam profil wajib pajak di basis data perpajakan. Sebelum menanggapi Surat Pemberitahuan Pajak (SPKKP), pastikan Anda telah mengisi dan memilih nomor rekening utama yang benar. Jika terdapat beberapa nomor rekening, pastikan kolom “rekening bank utama” dicentang. Setelah nomor rekening benar, Anda dapat memulai proses konfirmasi kelebihan pembayaran. Pertama, buka Coretax dan masuk ke akun Coretax DJP Anda.

Adakah Konsekuensi Penggunaan NPWP Sementara untuk Membuat Bupot Karyawan?

Wajib pajak perlu memahami konsekuensi penggunaan NPWP Sementara, terutama saat membuat Bukti Pemotongan Pajak (BPMP) bulanan bagi pegawai tetap. NPWP Sementara merupakan solusi sementara yang dapat digunakan untuk membuat Struk jika Nomor Induk Kependudukan (NIK) penerima belum terdaftar dalam sistem perpajakan pusat. Namun, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengingatkan konsekuensi penggunaan NPWP Sementara. “Perlu diketahui bahwa penggunaan NPWP Sementara memiliki konsekuensi. Bukti Pemotongan Pajak yang dibuat tidak akan terkirim ke rekening wajib pajak penerima, sehingga tidak akan dicantumkan (tidak akan terisi) dalam SPT Tahunan penerima,” jelas DJP dalam Keterangan Tertulis No. KT-05/2025, dikutip Kamis (25 September 2025). Berdasarkan KT-05/2025, terdapat dua konsekuensi penggunaan NPWP Sementara. Pertama, tanda terima tidak akan terkirim ke rekening wajib pajak penerima. Kedua, Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (bupot) tidak akan otomatis terisi dalam SPT Tahunan PPh penerima. Hal ini akan berdampak pada administrasi SPT PPh Formulir BPA1. SPT PPh Formulir BPA1 dibuat untuk masa pajak terakhir, yaitu: (i) masa berakhirnya masa kerja pegawai tetap; atau (ii) masa pajak Desember. Saat membuat SPT PPh Formulir BPA1, sebagian besar kolom tidak dapat diedit dan terisi otomatis dari hasil pengisian BPMP (Nomor Pokok Wajib Pajak Terdaftar) yang dibuat dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang telah divalidasi (sudah terdaftar dalam basis data). Artinya, SPT PPh Formulir BPA1 tidak dapat dibuat jika BPMP untuk pegawai tetap masih menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Sementara. Sistem Coretax juga tidak dapat melakukan pra-pengisian data dari BPMP yang dibuat menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Sementara. “Di Coretax DJP, SPT A1 hanya dapat dibuat jika riwayat penghasilan menggunakan NIK yang terdaftar di basis data Coretax DJP, bukan NPWP sementara,” jelas DJP di laman Coretaxpedia. Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengimbau pemotong pajak untuk membatalkan BPMP (Nomor Pokok Wajib Pajak Terdaftar) bagi pegawai tetap yang masih menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Sementara. Pemotong pajak kemudian harus membuat ulang BPMP menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) pegawai tetap yang masih berlaku (terdaftar di sistem Coretax) dan melakukan koreksi pada SPT mereka. “Jika sebelumnya menggunakan NPWP sementara, bukti potong bulanan harus dibatalkan terlebih dahulu, kemudian dibuat ulang menggunakan NIK yang valid. Baru setelah itu, wajib pajak dapat membuat bukti potong A1,” demikian pernyataan DJP dalam Coretaxpedia. Terkait kendala ini, DJP juga mengimbau penerima penghasilan (karyawan) untuk segera mendaftarkan NIK mereka di sistem Coretax. Perempuan yang telah menikah dan memiliki NPWP yang digabungkan dengan suami dapat mendaftar dengan memasukkan NIK istri ke dalam data keluarga suami (DUK). Sebagai informasi, sejak penerapan Coretax, DJP telah mengalihkan proses pembuatan formulir setoran uang (Bupot) dari DJP Online ke Coretax. Namun, terkadang, pengiriman uang terhambat oleh NPWP/NIK penerima penghasilan yang tidak valid karena tidak terdaftar di sistem Coretax atau karena alasan lain. Untuk mengatasi tantangan ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah menyiapkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sementara 16 digit dengan nomor standar 16 digit: 9990000000999000, sebagaimana diumumkan dalam KT-05/2025. NPWP sementara ini secara otomatis menggantikan NPWP pihak pemotong pajak jika NIK mereka tidak valid. Saat membuat Surat Pemberitahuan (Bupot) menggunakan skema key-in, pemotong/pemungut pajak harus terlebih dahulu memasukkan NPWP/NIK penerima […]

Perbaikan Coretax Ditargetkan Selesai Dalam 3 Bulan

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) meminta masyarakat untuk bersabar menunggu penyelesaian penyempurnaan Coretax. Mekar Satria Utama, Direktur Perpajakan Internasional DJP, menjelaskan bahwa negara lain juga membutuhkan waktu yang lama untuk mengembangkan sistem serupa. Jepang, misalnya, membutuhkan hampir 3-5 tahun, sementara Perancis butuh hingga 8 tahun untuk memiliki sistem perpajakan yang terintegrasi penuh. “Saya secara pribadi dan mungkin institusi menjamin, barang ini baik, tapi kita memang punya kendala di dalam pelaksanaannya,” ujar Mekar dalam acara Asia Pacific Contribution on International Tax System, Kamis (25/9). Meski demikian, Mekar berharap perbaikan sistem Coretax dapat rampung dalam tiga bulan ke depan. “Saya mohon bantuan Bapak/Ibu sekalian untuk Coretax. Semoga dalam tiga bulan ini bisa selesai,” ujarnya. Mekar juga menjelaskan bahwa Coretax berbeda dengan sistem lama yang beroperasi secara terpisah. Keterkaitan ini berarti setiap perbaikan atau gangguan pada satu sistem dapat berdampak pada 21 sistem lainnya. “Sekarang seluruh sistemnya terkoneksi secara langsung, sehingga itu memang menimbulkan problematik. Begitu kita perbaiki satu sistem, dia akan mempengaruhi 21 sistem yang lain. Kalau dulu satu sistem saja, kalau ada kendala di situ ya sudah, dia tidak akan mengganggu yang lain,” katanya. Lebih lanjut, Coretax juga dikembangkan untuk terhubung dengan berbagai sistem di Kementerian Keuangan, mulai dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai hingga kas negara. Integrasi bahkan diperluas hingga mencakup sistem dari kementerian dan lembaga lain, seperti Dinas Catatan Sipil (Dukcapil) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).