Bagi Perorangan, PPh Final UMKM Diperpanjang Hingga 2029

Pemerintah telah memperpanjang masa berlaku skema Pajak Penghasilan (PPh) final bagi UMKM. Perpanjangan ini khusus berlaku bagi wajib pajak orang pribadi UMKM. Dalam paparannya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa skema Pajak Penghasilan (PPh) final bagi UMKM dengan tarif 0,5% akan tetap berlaku bagi wajib pajak orang pribadi hingga tahun 2029. Terkait PPh final bagi UMKM dengan omzet tahunan Rp4,8 miliar, tarif pajak final sebesar 0,5% akan tetap berlaku hingga tahun 2029. Jadi, tidak diperpanjang setiap tahun, melainkan diberikan kepastian hingga tahun 2029. Saat ini terdapat 542.000 UMKM yang terdaftar sebagai wajib pajak dan memanfaatkan skema PPh final UMKM untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Pemerintah mengalokasikan Rp2 triliun untuk melanjutkan penerapan PPh final UMKM tahun ini. Pemerintah selanjutnya akan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) untuk memperpanjang masa berlaku PPh final UMKM bagi wajib pajak orang pribadi. Saat ini, masa berlaku PPh final UMKM diatur dalam PP 55/2022. Perpanjangan skema PPh final UMKM ini bertujuan untuk meringankan beban pajak UMKM dan menyederhanakan kewajiban administrasi wajib pajak. Sebagai informasi, Peraturan Pemerintah 55/2022 menetapkan bahwa skema PPh final UMKM dapat dimanfaatkan oleh wajib pajak orang pribadi UMKM dengan omzet maksimal Rp4,8 miliar untuk jangka waktu maksimal tujuh tahun pajak sejak tanggal pendaftaran wajib pajak. Jika wajib pajak orang pribadi telah memanfaatkan skema PPh final UMKM sejak tahun pajak 2018, yaitu tahun pertama penerapan Peraturan Pemerintah 23/2018, wajib pajak berhak memanfaatkan skema tersebut hingga tahun pajak 2024.

Cara Ajukan SKB PPh untuk Ahli Waris

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menegaskan bahwa warisan tidak dikenakan Pajak Penghasilan (PPh). Pernyataan ini muncul di tengah perdebatan sengit seputar istilah “pajak warisan”, sebuah keluhan yang diajukan oleh anggota Trio Kwek Kwek, Leony Vitria Hartanti, saat pengalihan kepemilikan tanah dan bangunan. Meskipun demikian, DJP mengimbau para ahli waris untuk mengajukan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan (SKP) untuk warisan, baik langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) maupun daring melalui Coretax. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) DJP, Rosmauli (Ros), mengklarifikasi kesalahpahaman masyarakat terkait Pajak Penghasilan (PPh) yang merupakan kewenangan DJP, dan Pajak Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang dikelola oleh pemerintah daerah. Ros juga menegaskan bahwa ahli waris tidak dikenakan PPh atas tanah atau bangunan yang diperoleh dari pewaris. “BPHTB merupakan pajak daerah sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD). BPHTB berlaku atas perolehan hak atas tanah/bangunan karena warisan. Oleh karena itu, DJP mengimbau masyarakat untuk memahami secara tepat ketentuan perpajakan terkait warisan,” jelas Ros dalam keterangan tertulis, (15/9/25). Ia menjelaskan, dasar hukum terbaru yang mengatur pembebasan pajak penghasilan atas warisan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 (PMK 81/2024). Pasal 200 ayat (1) huruf d PMK 81/2024 menyatakan bahwa pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena pewarisan dibebaskan dari kewajiban membayar atau memungut pajak penghasilan. Namun, pembebasan ini diberikan dengan menerbitkan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian jual beli tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya—sebagaimana diatur dalam Pasal 200 ayat (2) PMK 81/2024. Ahli Waris Harus Ajukan Surat Keterangan Bebas PPh dengan Cara Ini  Ros memerinci bahwa tata cara pengajuan Surat Keterangan Bebas PPh: Permohonan Surat Keterangan Bebas dapat diajukan oleh ahli waris secara tertulis ke KPP terdaftar atau bisa secara daring melalui Coretax di coretaxdjp.pajak.go.id; Permohonan akan ditindaklanjuti dalam waktu 3 hari kerja setelah permohonan diterima lengkap oleh KPP tempat ahli waris terdaftar; Dalam pengajuan permohonan Surat Keterangan Bebas, ahli waris harus melampirkan dokumen berupa Surat Pernyataan Pembagian Waris sebagaimana tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER 8/PJ/2025 Pasal 101 ayat (5) huruf c; Setelah diverifikasi, KPP tempat ahli waris terdaftar akan menerbitkan Surat Keterangan Bebas PPh sehingga proses balik nama sertifikat tanah/bangunan tidak dikenai PPh; dan Untuk informasi lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan Surat Keterangan Bebas, masyarakat dapat mengunjungi KPP terdekat atau mengakses laman resmi DJP melalui www.pajak.go.id, menghubungi Kring Pajak 1500200, atau melalui kanal resmi DJP lainnya. “Dengan demikian, tidak ada pajak penghasilan atas warisan, dan ahli waris memiliki hak untuk mengajukan Surat Keterangan Bebas PPh agar terbebas dari pengenaan PPh,” tegas Ros lagi.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Buka Suara Soal Tanggal Berlakunya Pemberlakuan Pajak 0,5 Persen bagi Pedagang Online

DJP Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan bahwa pemberlakuan pajak 0,5 persen bagi pedagang online sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37 Tahun 2025 (PMK 37/225) belum efektif. Saat ini, peraturan tersebut masih menunggu Keputusan Direktur Jenderal Pajak (KEP) sebagai dasar teknis pelaksanaan di lapangan. Yuliana Wisudawati, Konsultan Pajak Ahli Muda di Kanwil DJP Jawa Barat III, menjelaskan bahwa penerapan PMK 37/2025 baru dapat dimulai setelah KEP resmi diterbitkan oleh DJP. “Peraturannya sudah dibahas. KEP akan diterbitkan dari pemerintah pusat, diverifikasi langsung oleh Direktorat Jenderal Pajak, baru kemudian KEP akan diterbitkan,” jelas Yuliana dalam acara TERC TAX Update: Tinjauan Lengkap Pajak e-Commerce Terkini. Yuliana menjelaskan bahwa Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan menerbitkan Surat Keputusan (KEP) setelah proses verifikasi untuk berbagai pihak, termasuk platform perdagangan daring, selesai. Menurutnya, setelah KEP diterbitkan, peraturan tersebut akan berlaku efektif, dengan tambahan waktu satu bulan bagi wajib pajak dan penjual daring untuk melakukan pendataan. “Setelah KEP diterbitkan untuk pihak lain—toko oranye, toko hijau, toko biru, atau toko lainnya—maka pelaksanaan PMK 37 akan dimulai. Namun, pelaksanaannya akan dilakukan bulan berikutnya karena kami diberi waktu satu bulan untuk pendataan,” jelasnya. Sementara itu, beberapa waktu lalu, Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) menyatakan bahwa penerapan PMK 37/2025 membutuhkan masa transisi minimal satu tahun. Sekretaris Jenderal idEA, Budi Primawan, menegaskan bahwa pihaknya baru menerima salinan resmi peraturan tersebut pada 14 Juli 2025, dan masih mempelajari isinya secara menyeluruh. “Kami di idEA baru menerima salinan resmi PMK 37/2025 pada 14 Juli 2025, sehingga kami masih mempelajari detailnya secara menyeluruh. Pada prinsipnya, kami mendukung langkah pemerintah untuk memperkuat kepatuhan perpajakan, termasuk di sektor e-commerce,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (15 Juli 2025). Budi menjelaskan bahwa PMK 37/2025 bukanlah pungutan pajak baru, melainkan perubahan mekanisme pemungutan pajak yang beralih ke platform digital atau marketplace. Namun, ia mengakui bahwa peraturan ini akan menimbulkan tantangan teknis dan administratif, terutama bagi usaha kecil. “Marketplace tidak diwajibkan untuk memverifikasi laporan omzet penjualan, tetapi harus menyediakan sistem yang memungkinkan penjual mengunggah dokumen-dokumen ini dan mengirimkannya ke sistem DJP. Dokumen-dokumen ini harus dicetak, ditandatangani, dan dicap. Hal ini membutuhkan kesiapan sistem, edukasi, dan komunikasi yang baik dengan penjual,” jelas Budi. Konsensus anggota idEA menyimpulkan bahwa penunjukan marketplace sebagai pemungut pajak memerlukan masa transisi minimal satu tahun. Masa transisi ini diperlukan untuk mengembangkan sistem pelaporan, mengedukasi penjual, dan berintegrasi dengan sistem Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Lebih lanjut, idEA menyoroti potensi dampaknya terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang belum terbiasa dengan administrasi pajak digital. Sosialisasi dan bantuan teknis dianggap krusial agar kebijakan ini dapat diterapkan secara efektif dan menghindari kebingungan. Budi juga menyinggung kemungkinan pengalihan beban pajak kepada konsumen. “Meskipun pajak penghasilan dibebankan kepada penjual, dalam praktiknya, beban tersebut dapat dialihkan kepada konsumen tergantung pada strategi masing-masing pelaku usaha. Hal ini juga menjadi pertimbangan penting dalam menjaga keseimbangan antara kepatuhan pajak dan pertumbuhan ekonomi digital,” jelasnya. idEA mencatat bahwa kebijakan serupa telah diterapkan di beberapa negara seperti India, Meksiko, Filipina, dan Turki. Namun, mereka meyakini bahwa struktur dan kesiapan ekosistem digital Indonesia berbeda, sehingga memerlukan pendekatan yang disesuaikan. “Kami juga menunggu […]