Aturan Baru! Pemerintah Terbitkan PMK 181/2024 tentang Pengajuan Keberatan Pajak

Pajak.com, Jakarta – Pemerintah terbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 181 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pembetulan, Keberatan, Pengurangan, Penghapusan, dan Pembatalan di Bidang Perpajakan. Regulasi yang memiliki 9 bab dan 64 pasal ini berlaku mulai 1 Januari 2025. ”Bahwa untuk memberikan keadilan dan kepastian hukum bagi Wajib Pajak, meningkatkan efektivitas, efisiensi, serta untuk simplifikasi regulasi, perlu menyempurnakan ketentuan mengenai tata cara pembetulan, keberatan, pengurangan, penghapusan, dan pembatalan di bidang perpajakan,” tulis salah satu pertimbangan dalam PMK Nomor 181 Tahun 2024 itu, dikutip Pajak.com, (21/1). Pengajuan Keberatan Pajak dalam PMK 181/2024 Pengajuan keberatan pajak diatur dalam Bab III PMK 181 Tahun 2024. Regulasi ini mempertegas bahwa Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas: Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB); Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT); Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN); Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB); Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Terutang; atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (SKP PBB). Sumber: https://www.pajak.com/pajak/aturan-baru-pemerintah-terbitkan-pmk-181-2024-tentang-pengajuan-keberatan-pajak/

Coretax Masih Dibanjiri Keluhan Oleh Wajib Pajak

Sejak peluncurannya di awal tahun 2025, sistem Coretax yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memfasilitasi pelaporan pajak secara elektronik terus mendapatkan perhatian dari Wajib Pajak. Alih-alih memberikan kemudahan, banyak Wajib Pajak melaporkan berbagai kendala teknis yang mereka alami. Sampai saat ini, 21 hari setelah Coretax diperkenalkan, platform media sosial X (dulu Twitter) masih dipenuhi dengan keluhan berkaitan dengan sistem ini. Salah satu pengguna, @a**g, mengungkapkan bahwa status faktur pajaknya tidak berubah meski sudah mencoba menyegarkan halaman berulang kali. “@kring_pajak, bagaimana supaya faktur di Coretax berubah sudah di refresh dan ditunggu lama, gak berubah juga,” tulisnya. Menurut penelusuran KONTAN, permasalahan yang serupa juga dilaporkan oleh banyak pengguna lain, yang mengklaim tidak dapat menyelesaikan proses pembuatan faktur. Selain itu, seorang pengguna lainnya membagikan tangkapan layar yang menunjukkan pesan kesalahan saat melakukan input retur pajak. Pesan tersebut menyatakan bahwa hanya faktur pajak dengan status tertentu yang dapat diproses. “Faktur Pajak Masukan Desember sudah saya kreditkan di efaktur, tapi waktu mau input nomor faktur di Coretax gak bisa,” tulis pengguna X dengan akun @D**07. Pengguna dengan nama akun @p**in turut mengeluhkan bahwa masalah di Coretax menyebabkan keterlambatan operasional di bulan Januari. Meski demikian, ada beberapa pengguna yang mencoba memberikan apresiasi kepada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Akun @i**07 mencatat bahwa Coretax menunjukkan beberapa perbaikan. “Coretax sudah mulai bagus, cuman untuk upload/approve faktur secara massal masih belum bisa. Harus satu-satu, dan itu memakan waktu lama,” katanya. Di tengah kekacauan ini, Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda, turut angkat bicara. Ia menyatakan bahwa pemerintah terlalu terburu-buru dalam meluncurkan Coretax meski sistemnya belum siap sepenuhnya. “Tidak ada tes secara proper yang dilakukan oleh konsultan, baik quality assessment maupun programmer-nya,” ujar Huda kepada Kontan.co.id, Minggu (19/1). Huda menambahkan, pemerintah seharusnya bertanggung jawab lebih dari sekadar pernyataan maaf. Ia bahkan menyarankan agar Dirjen Pajak mundur sebagai bentuk tanggung jawab moral. Meskipun masyarakat dipastikan tidak didenda, namun secara kerugian negara ada dampaknya ketika aplikasi yang sudah dibangun tidak dapat dimaksimalkan oleh masyarakat. Tak hanya itu, Huda juga menilai perlunya evaluasi terhadap Menteri Keuangan Sri Mulyani di 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran. “Dirjen pajak sudah sepatutnya juga mundur apabila masih memiliki rasa malu dan bertanggung jawab terhadap problem (masalah) ini,” katanya. Sumber: https://nasional.kontan.co.id/news/hampir-3-minggu-beroperasi-coretax-masih-dibanjiri-keluhan-wajib-pajak

Waspada Penipuan Yang Mengatasnamakan Direktorat Jendral Pajak (DJP)

Kantor Pajak (KPP) mengingatkan publik untuk berhati-hati terhadap penipuan yang dilakukan secara online yang menggunakan nama Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Tipe penipuan ini mencakup phising, pharming, sniffing, money mule, dan rekayasa sosial. Dalam berbagai situasi, pelaku mengambil keuntungan dari pemahaman masyarakat tentang pelaksanaan Coretax DJP guna melaksanakan tindakan yang tidak etis. Strategi penipuan digital terus mengalami perubahan, termasuk phising, pharming, sniffing, money mule, dan teknik rekayasa sosial. Phising dilakukan melalui surat elektronik, SMS, atau telepon palsu yang mirip dengan komunikasi dari lembaga resmi untuk mengumpulkan informasi pribadi. Pharming membawa korban ke situs yang tidak benar untuk mencuri data atau menginstal perangkat lunak berbahaya. Sniffing memungkinkan penyerang untuk mengakses informasi dari perangkat korban. Money mule melibatkan korban dalam mentransfer uang secara ilegal. Sementara itu, rekayasa sosial memakai manipulasi psikologis untuk memperoleh informasi pribadi. Tanda-tanda penipuan ini meliputi penggunaan bahasa yang menarik atau menakutkan, tawaran imbalan yang tidak nyata, permintaan data pribadi, serta keberadaan situs web atau email yang tidak sah. Untuk mencegah penipuan, sangat penting untuk tidak mengunduh lampiran yang mencurigakan, memeriksa keaslian situs web atau email, serta selalu menggunakan perangkat lunak keamanan yang terbaru. Selain itu, penting untuk melaporkan aktivitas penipuan kepada pihak berwenang guna melindungi orang lain. Masyarakat diingatkan untuk tidak menanggapi permintaan yang tidak sesuai dengan prosedur standar operasional perpajakan, seperti telepon atau pesan WhatsApp dari orang yang mengklaim sebagai petugas DJP, permintaan untuk mengunduh aplikasi yang tidak benar, serta permintaan untuk melakukan pembayaran. Sumber: https://ambon.antaranews.com/berita/249710/waspadai-penipuan-mengatasnamakan-dirjen-pajak-ini-modusnya

Penipuan Sistem Coretax Pajak Bermunculan

MANDALIKA PIKIRAN RAKYAT – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mewanti-wanti modus penipuan yang mengatasnamakan sistem coretax. “Sudah banyak penipuan mengatasnamakan coretax DJP,” jelas video unggahan bersama di Instagram @ditjenpajakri dan @pajaksumselbabel, Kamis (16/1). “DJP tidak pernah melakukan verifikasi data melalui telepon, WhatsApp, atau meminta mengunduh file dengan format APK,” tegas Ditjen Pajak Kementerian Keuangan. DJP mengatakan setiap perubahan atau pembaruan data wajib pajak bisa dilakukan secara mandiri. Aksesnya langsung melalui sistem inti administrasi perpajakan alias coretax DJP. Oleh karena itu, Ditjen Pajak Kemenkeu mewanti-wanti modus penipuan yang beredar di masyarakat. Para wajib pajak diminta untuk tetap berhati-hati. “Tetap waspada terhadap segala bentuk penipuan dan laporkan melalui kanal pengaduan resmi DJP,” tutup video peringatan tersebut. Coretax merupakan sistem pajak canggih milik DJP Kemenkeu. Sistem inti administrasi perpajakan ini diluncurkan secara resmi oleh Presiden Prabowo Subianto pada 31 Desember 2024. Wajib pajak sudah bisa mengakses coretax per 1 Januari 2025 melalui www.pajak.go.id/coretaxdjp. Sumber: https://mandalika.pikiran-rakyat.com/data/pr-2778983138/penipuan-sistem-coretax-pajak-bermunculan?page=all

Problematika Coretax

Sebelumnya, pelaporan dan pembayaran pajak di Indonesia memang sudah menjadi tantangan besar, terutama bagi perusahaan yang harus mengoperasikan empat platform berbeda. Proses tersebut melibatkan Web Efaktur, Aplikasi Efaktur, Web DJP, dan Web e-Nofa, yang semuanya memiliki fungsi masing-masing. Melihat kerumitan ini, DJP memutuskan untuk menyederhanakan proses dengan meluncurkan Coretax. Sistem ini diharapkan dapat mengintegrasikan seluruh layanan dalam satu platform yang lebih efisien. Namun, kenyataannya jauh dari harapan. Adapun sejak awal penggunaan Coretax, sistem ini sudah menimbulkan kendala, seperti pembuatan akun tidak berjalan lancar, sementara website Coretax kerap kali error dan lambat. Salah satu keluhan utama pengguna adalah bahwa Coretax tidak mengakui data yang sudah diinput bertahun-tahun di sistem lama. Pengguna harus kembali mengisi seluruh informasi dari awal. Bahkan, Coretax memperkenalkan sejumlah kolom baru seperti NIK Notaris yang tidak pernah ada sebelumnya dan membingungkan pengguna. Masalah terbesar dari Coretax adalah ketidaksiapan sistem itu sendiri. Sejak diluncurkan, platform ini sering mengalami error, kerusakan, atau downtime. Hal ini membuat para pengguna frustasi karena kewajiban mereka untuk melapor dan membayar pajak tetap berjalan, sementara sistem tidak mendukung. Sumber: https://www.hukumonline.com/berita/a/problematika-coretax–sistem-baru-pelaporan-pajak-yang-tambah-rumit-lt6789cc8378d57/

Terbitnya Aturan Terbaru Terkait PPN 12%

Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 131/2024 pada tanggal 1 Januari 2025. Peraturan tersebut diterbitkan dalam rangka menginformasikan mengenai penerapan tarif PPN 12% untuk Barang Yang Tergolong Mewah dan penggunaan DPP nilai lain untuk selain Barang Yang Tergolong Mewah. Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor dan selain kendaraan bermotor.  

Aplikasi e-Bupot 21/26

Terbit Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-2/PJ/2024 tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 serta Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26. Aturan berlaku sejak masa pajak Januari 2024. Adapun pokok pengaturan PER2/PJ/2024 adalah pertama terkait aplikasi pelaporan. Adanya perubahan aplikasi pelaporan elektronik, dari aplikasi berbasis desktop (e-spt) ke aplikasi berbasis web (e-Bupot 21/26), bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21/26 dan SPT  Masa Pajak Penghasilan Pasal 21/26 dalam bentuk Dokumen  Elektronik dibuat menggunakan Aplikasi e-Bupot 21/26 yang telah disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak, dan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21/26 dalam bentuk Dokumen Elektronik yang telah ditandatangani secara  elektronik dengan Tanda Tangan Elektronik, disampaikan oleh Pemotong Pajak melalui: Aplikasi e-Bupot 21/26 di laman milik Direktorat Jenderal Pajak, Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan. Mitra Konsultindo Group Konsultan Pajak | Jasa Pembukuan, Akuntansi, Laporan Keuangan | Audit | Konsultan Manajemen Bisnis | Pembuatan / Pendirian Perusahaan, Ijin / Izin Usaha | Solusi Bisnis & Keuangan Lainnya Hotline (Call/WA/SMS): 082-11-22-900-33 Website: mitrakonsultindo.co.id

Kendala Lupa EFIN

Pada masa pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak, wajib pajak sering kali terkendala lupa nomor Electronic Filing Identification Number (EFIN). Layanan keluhan lupa EFIN bagi wajib pajak orang pribadi kini tidak bisa dilakukan melalui pesan singat di Kring Pajak di X atau yang sebelumnya dikenal dengan Twitter. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengumumkan akun Kring Pajak di X atau yang sebelumnya dikenal dengan Twitter tidak lagi dapat melayani keluhan lupa EFIN bagi wajib pajak orang pribadi. Kebijakan ini berlaku mulai 5 Januari 2024. Permohonan lupa EFIN ini harus dilengkapi PORO. Jadi, ketika Anda mengirimkan email ke KPP, Anda wajib menyertakan dokumen di bawah ini: Scan formulir permohonan EFIN. Pastikan nomor telepon dan surel yang ditulis di formulir masih aktif. Foto identitas (KTP bagi WNI, KITAP/KITAS bagi WNA) Foto Surat Keterangan Terdaftar (SKT) atau NPWP Swafoto atau selfie dengan memegang KTP dan kartu NPWP Mitra Konsultindo Group Konsultan Pajak | Jasa Pembukuan, Akuntansi, Laporan Keuangan | Audit | Konsultan Manajemen Bisnis | Pembuatan / Pendirian Perusahaan, Ijin / Izin Usaha | Solusi Bisnis & Keuangan Lainnya Hotline (Call/WA/SMS): 082-11-22-900-33 Website: mitrakonsultindo.co.id

Golongan Bebas Pajak di Tahun 2024

Beberapa golongan, baik orang pribadi dan badan usaha yang bebas tidak membayar pajak. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan (PPh), sebagai regulasi turunan dari UU HPP No. 7 Tahun 2021, ternyata ada golongan berikut ini yang bebas tidak membayar pajak. UMKM dengan pendapatan Rp 500 juta per tahun, yaitu pelaku usaha UMKM dengan omzet maksimal Rp500 juta setahun tidak dikenakan pajak PPh Final 0,5% dari peredaran bruto. Penghasilan di bawah PTKP, dengan PP no.55 Tahun 2022 ini, maka masyarakat yang gajinya di bawah Rp 4,5 juta per bulan sah tidak dikenakan pajak. Aturan ini menetapkan bahwa PTKP yang berlaku saat ini masih tetap Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per tahun. Pengusaha dengan Status Rugi, perusahaan atau WP Badan yang merugi dikenakan pajak minimum apabila memiliki pajak penghasilan tidak lebih 1% dari penghasilan bruto. Dengan demikian, kerugian keuangan perusahaan dapat dikompensasikan dengan laba neto fiskal dimulai pada tahun pajak berikutnya, berturut-turut sampai dengan lima tahun berikutnya. Mitra Konsultindo Group Konsultan Pajak | Jasa Pembukuan, Akuntansi, Laporan Keuangan | Audit | Konsultan Manajemen Bisnis | Pembuatan / Pendirian Perusahaan, Ijin / Izin Usaha | Solusi Bisnis & Keuangan Lainnya Hotline (Call/WA/SMS): 082-11-22-900-33 Website: mitrakonsultindo.co.id

Lapor SPT Tahunan Paling Lambat 31 Maret 2024

Masa pelaporan surat pemberitahuan (SPT) Tahunan tahun pajak 2023 telah mulai dan akan berakhir pada 31 Maret 2024 untuk Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi (OP). Warga Negara Indonesia (WNI) yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) memiliki kewajiban untuk menyampaikan SPT pajak penghasilan (PPh) setiap tahunnya. Adapun, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus mengingatkan akan pelaporan SPT sekaligus pemadanan NIK dan NPWP bagi para WP OP. Di sisi lain, DJP juga menerapkan sanksi dan denda terhadap wajib pajak yang telat melakukan pelaporan pajak.  Sebagaimana dalam Pasal 7 ayat 1 Undang-undang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP), wajib pajak yang telat lapor SPT Tahunan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp100.000 untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi. Mitra Konsultindo Group Konsultan Pajak | Jasa Pembukuan, Akuntansi, Laporan Keuangan | Audit | Konsultan Manajemen Bisnis | Pembuatan / Pendirian Perusahaan, Ijin / Izin Usaha | Solusi Bisnis & Keuangan Lainnya Hotline (Call/WA/SMS): 082-11-22-900-33 Website: mitrakonsultindo.co.id