PPN atas Pemberian Sumbangan

PPN atas Sumbangan Mengacu pada Pasal 1A ayat (1) huruf d UU PPN, dijelaskan bahwa salah satu bentuk penyerahan BKP yang dikenakan PPN adalah pemberian cuma-cuma. Lebih lanjut, pada penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN, penyerahan JKP dalam daerah pabean yang dilakukan oleh PKP untuk pemberian cuma-cuma juga dikenakan PPN. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa bentuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang diberikan secara cuma-cuma dalam bentuk sumbangan tetap dikenakan PPN. Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP yang telah dikukuhkan sebagai PKP wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang atas penyerahan BKP dan JKP tersebut. PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP yang terutang PPN wajib membuat Faktur Pajak PPN untuk setiap penyerahan BKP dan/atau JKP. Penghitungan PPN atas Sumbangan Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2024 (PMK 131/2024), penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan oleh PKP wajib dipungut PPN dengan tarif 12% dikalikan dengan dasar pengenaan pajak berupa nilai lain. Untuk pemberian cuma-cuma, nilai lain dapat dihitung dengan mengalikan 11/12 dengan harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor atas pemberian BKP dan/atau JKP secara cuma-cuma. PPN terutang = 12% x 11/12 x (harga jual atau penggantian – laba kotor) Ketentuan Kode Transaksi dan Faktur Pajak PPN Sumbangan Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib menerbitkan faktur pajak dengan menggunakan kode dan nomor seri faktur pajak. Kode dan nomor seri faktur pajak terdiri dari 17 digit. Ketentuan kode transaksi dan NSFP dapat ditemukan dalam artikel berikut: Ketentuan Terbaru Kode Transaksi dan Nomor Seri Faktur Pajak. Dalam hal Barang Kena Pajak (BKP) yang dihibahkan secara cuma-cuma, faktur pajak wajib diterbitkan pada saat BKP diserahkan langsung kepada penerima. Sementara itu, untuk Barang Kena Pajak (JKP) yang dihibahkan secara cuma-cuma, faktur pajak wajib diterbitkan pada saat penyerahan, yaitu pada saat fasilitas atau kemudahan tersebut dapat digunakan, baik sebagian maupun seluruhnya. Lebih lanjut, mengacu pada Pasal 54 ayat (1) huruf b Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 11/PJ/2025 (PER 11/2025), dijelaskan bahwa pemberian cuma-cuma atas BKP dan/atau JKP kepada konsumen akhir dapat membuat faktur pajak digunggung yang memuat keterangan paling sedikit: nama, alamat, dan NPWP; jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga; PPN dan/atau PPnBM yang dipungut; dan kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan faktur pajak

Kendaraan Sudah Berpindah Kepemilikan, Masih Perlukah Dimasukkan ke SPT Tahunan?

Dalam pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT), harta yang dilaporkan adalah harta yang benar-benar dimiliki atau dikuasai oleh wajib pajak pada akhir tahun pajak. Harta ini dilaporkan pada bagian “Harta Akhir Tahun” dalam SPT. Namun, jika terdapat harta yang sebenarnya tidak lagi dikuasai oleh wajib pajak, misalnya, harta tersebut telah berpindah tangan dan kepemilikannya bukan atas nama wajib pajak, harta tersebut tidak perlu dicantumkan dalam SPT. Jika harta tersebut sudah tidak lagi dimiliki oleh wajib pajak, tidak perlu dilaporkan dalam SPT. Contoh: sebuah kendaraan telah dihibahkan kepada orang lain dan STNK-nya telah diblokir (tidak lagi terdaftar dengan NIK dan nama pemilik asli). Dalam hal ini, netizen tersebut menanyakan apakah kendaraan tersebut masih perlu dilaporkan sebagai aset dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pemilik asli. Kring Pajak juga mengingatkan bahwa menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-11/PJ/2025, aset yang dilaporkan dalam SPT Tahunan adalah aset yang dimiliki atau dikuasai oleh wajib pajak pada akhir tahun pajak. Jika Anda tidak benar-benar memiliki aset tersebut, aset tersebut tidak perlu dicantumkan dalam SPT Tahunan. Sebaliknya, jika Anda benar-benar memilikinya, meskipun tidak tercatat dalam dokumen resmi, aset tersebut tetap perlu dilaporkan dalam SPT Tahunan. Misalnya, kendaraan yang STNK-nya masih terdaftar atas nama orang lain. Jika Anda benar-benar memiliki kendaraan tersebut, aset tersebut tetap perlu dicantumkan dalam SPT Tahunan. “Jika aset [kendaraan] tersebut benar-benar dimiliki dan dikuasai oleh wajib pajak, harap laporkan dalam SPT Tahunan, meskipun STNK-nya bukan atas nama wajib pajak,” tulis pusat kontak Direktorat Jenderal Pajak, Kring Pajak. Jangan khawatir, aset Anda tidak dikenakan pajak. Melaporkan aset diperlukan agar otoritas pajak dapat menilai kewajaran kepemilikan aset Anda relatif terhadap penghasilan Anda. Kegagalan melaporkan aset ini dalam SPT Tahunan Anda berpotensi menimbulkan masalah di kemudian hari. Selain kendaraan bermotor, jenis aset lain yang dapat dilaporkan dalam SPT Tahunan Anda antara lain gawai, ponsel, dan bahkan emas batangan.