Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menjamin dana di rekening nonaktif atau dorman yang dibekukan bank akan aman dan 100% utuh. Menurut Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, pembekuan rekening dorman merupakan langkah untuk melindungi rekening dan hak nasabah. Dana nasabah di rekening dorman aman dan tidak akan hilang. Ini kesempatan negara untuk melindungi masyarakat dari kejahatan keuangan. Dalam pernyataan resminya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyatakan bahwa pembekuan sementara rekening dorman diperlukan untuk mencegah penyalahgunaan rekening tersebut. Melalui pembekuan ini, bank dan pemegang rekening diimbau untuk melakukan verifikasi ulang identitas mereka. Tujuan utamanya adalah untuk mendorong bank dan pemegang rekening agar melakukan verifikasi ulang dan memastikan rekening serta hak/kepentingan nasabah terlindungi dan tidak disalahgunakan untuk berbagai tindak pidana. Menurut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), rekening-rekening dorman ini rentan digunakan untuk tindak pidana, seperti perdagangan rekening, transaksi narkoba, korupsi, dan lain-lain. Sejak 2020, PPATK telah mencatat lebih dari 150.000 rekening nominee yang diperoleh dari perdagangan rekening atau transaksi perbatasan. Rekening-rekening ini digunakan untuk menyimpan dana hasil tindak pidana. Setelah digunakan, rekening-rekening ini menjadi tidak aktif atau dorman. Lebih lanjut, PPATK mencatat lebih dari 10 juta rekening penerima bantuan sosial tidak digunakan dalam tiga tahun terakhir. Akibatnya, dana bantuan sosial senilai Rp 2,1 triliun terbengkalai begitu saja di rekening-rekening yang tidak terpakai.
Standarisasi Formulir Membuat Pelaporan SPT Lebih Mudah Digunakan Wajib Pajak Orang Pribadi
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah menstandardisasi formulir pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) bagi wajib pajak orang pribadi (WP) agar lebih mudah digunakan dalam memenuhi kewajibannya. Wajib pajak tidak perlu lagi bingung memilih formulir saat menyampaikan SPT karena formulir SPT kini memiliki tampilan dengan format yang seragam sehingga proses pelaporan SPT menjadi lebih sederhana, efisien, dan mudah digunakan. Dengan kebijakan ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tidak lagi membedakan pelaporan SPT berdasarkan kategori penghasilan wajib pajak. Tujuan utama standarisasi tampilan formulir SPT Tahunan bagi wajib pajak orang pribadi adalah untuk memberikan kemudahan dan kepastian bagi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pelaporan pajaknya. Sebagai informasi, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah mengurangi jumlah formulir yang diwajibkan untuk Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak Orang Pribadi (WP) sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-11/PJ/2025. Sebelumnya, DJP menyediakan tiga jenis formulir: SPT 1770, 1770S, dan 1770SS, tetapi kini hanya tersedia satu jenis. Sekarang, WP Orang Pribadi, baik karyawan maupun bukan karyawan, wajib melaporkan perhitungan dan pembayaran PPh-nya menggunakan formulir SPT Tahunan yang sama, sesuai dengan format pada Lampiran G PER-11/PJ/2025.
Direktorat Jenderal Pajak dan Dukcapil Sepakati Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Pengenalan Wajah untuk Layanan Perpajakan
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri menandatangani perjanjian kerja sama untuk mengintegrasikan data kependudukan dengan perpajakan. Kolaborasi antara DJP dan Dukcapil meliputi validasi data Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk keperluan perpajakan, pemutakhiran data kependudukan, dan penyediaan layanan pengenalan wajah untuk mendukung administrasi dan pengawasan perpajakan. Kolaborasi ini merupakan upaya integrasi dan pemanfaatan data lintas sektor untuk memperkuat basis data perpajakan dan administrasi pemerintahan. Perjanjian kerja sama antara Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Catatan Sipil (Dukcapil) merupakan bagian dari reformasi perpajakan untuk memperkuat tata kelola administrasi perpajakan. Lebih lanjut, sinergi ini juga bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pelayanan publik. Selain mengintegrasikan data lintas instansi, DJP akan terus memperkuat fondasi sistem administrasi perpajakan melalui pengembangan sistem administrasi perpajakan inti (coretax administration system). Secara regulasi, data kependudukan dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan, seperti pelayanan publik, perencanaan pembangunan, alokasi anggaran, pembangunan demokrasi, penegakan hukum, dan pencegahan kejahatan.
AS Tuntut Bea Masuk 0%, Sri Mulyani Waspada Dampaknya pada Produk Lokal
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mewaspadai dampak perjanjian perdagangan timbal balik antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) terhadap daya saing produk lokal. Sri Mulyani mengatakan harga komoditas seperti minyak dan gas serta produk pangan berpotensi anjlok akibat tuntutan AS atas bea masuk 0%. “Impor dengan tarif 0% untuk produk AS diperkirakan akan menurunkan harga minyak, gas, dan produk pangan Indonesia,” kata Sri Mulyani, seperti dikutip Rabu (30 Juli 2025). Perjanjian perdagangan timbal balik tersebut menjadi dasar bagi AS untuk menurunkan bea masuk timbal balik atas barang-barang Indonesia dari 32% menjadi 19%. Dalam perjanjian ini, Indonesia sepakat untuk memberikan fasilitas bea masuk 0% atas barang impor dari AS. Lebih lanjut, Indonesia juga berkomitmen untuk mengimpor minyak dan LPG senilai US$15 miliar dari AS, produk pertanian senilai US$4,5 miliar, dan 50 pesawat Boeing senilai US$3,2 miliar. Sri Mulyani juga meyakini bahwa proses negosiasi yang menghasilkan penurunan bea masuk menjadi 19% telah memberikan kepastian bagi beberapa eksportir domestik, terutama di sektor tekstil, alas kaki, dan furnitur. Dengan kesepakatan ini, ekspor produk Indonesia ke AS diperkirakan akan tetap stabil. Ia meyakini perjanjian perdagangan Indonesia-AS juga memberikan momentum untuk mempercepat deregulasi kebijakan. Dalam hal ini, pemerintah akan terus memantau potensi dampak limpahan yang dapat merugikan perekonomian nasional. “Perkembangan risiko limpahan perlu diwaspadai secara ketat,” ujarnya. Sri Mulyani menambahkan bahwa kinerja sektor manufaktur yang masih lesu juga perlu dicermati. PMI Manufaktur pada Juni 2025 terkontraksi menjadi 46,9. Sektor ini merupakan pendorong pertumbuhan ekonomi dan mendorong kinerja ekspor.
Alasan Marketplace Jadi Pemungut Pajak
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan alasan mengapa marketplace atau Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) ditunjuk sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22. Menurut Sri Mulyani, kebijakan ini tidak bertujuan menambah kewajiban baru, tetapi justru untuk memperkuat kepastian hukum dan memberikan kemudahan administrasi perpajakan bagi pelaku usaha berani. “Kebijakan ini hadir sebagai upaya pemerintah untuk memperkuat kepastian hukum dan memberikan kemudahan administrasi perpajakan bagi pelaku usaha berani,” ujar Sri dalam konferensi pers hasil rapat KSSK. Penunjukan sebagai pemungut PPh Pasal 22 artinya marketplace akan memotong pajak atas transaksi tertentu di platform mereka, lalu menyetorkannya ke negara. Mekanisme ini dirancang agar efisien dan tidak membebani pengguna atau pelaku UMKM yang berdagang di platform digital. “Tanpa ada tambahan kewajiban [pungutan] baru. Jadi, ini lebih memfasilitasi secara administrasi, tidak ada kewajiban baru,” jelas Sri Mulyani. Perlu diketahui, dasar hukum kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37 Tahun 2025 (PMK 37/2025) tentang Penunjukan Pihak Lain Sebagai Pemungut, serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22. PMK ini ditetapkan pada 11 Juni 2025 dan mulai berlaku sejak diundangkan pada 14 Juli 2025. Regulasi ini muncul sebagai respons atas perubahan besar dalam pola konsumsi masyarakat pasca pandemi COVID-19. Didukung oleh penetrasi internet yang tinggi dan pesatnya kemajuan teknologi finansial, transaksi digital kini menjadi arus utama dalam aktivitas ekonomi. Pemerintah menilai perlunya penyesuaian sistem perpajakan agar tetap relevan dan adaptif terhadap dinamika ini. Marketplace akan memungut pajak atas transaksi yang dilakukan merchant dalam negeri dengan tarif sebesar 0,5 persen. Sebagai bagian dari proses ini, merchant wajib memberikan informasi transaksi kepada marketplace, termasuk identitas, nilai transaksi, dan jenis barang atau jasa. Data tersebut digunakan sebagai dasar pemungutan pajak. Faktur penjualan atau invoice akan dipersamakan dengan Bukti Pemotongan dan/atau Unifikasi Pemungutan PPh, yang menjadi dokumen resmi dalam proses perpajakan. Marketplace tidak hanya memungut pajak, tetapi juga melaporkan informasi tersebut kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai bagian dari pelaporan resmi. Seluruh proses pengumpulan dan pelaporan yang sebelumnya dilakukan secara manual, kini dipindahkan ke sistem digital yang lebih otomatis, terintegrasi, dan efisien. Dengan diberlakukannya PMK 37/2025, pemerintah berharap sistem pemungutan pajak menjadi lebih transparan dan mudah diakses oleh seluruh pelaku usaha, termasuk UMKM. Marketplace dinilai memiliki peran strategis sebagai jembatan utama antara penjual dan pembeli, sekaligus sebagai mitra negara dalam memperkuat basis pajak nasional.
Ditjen Pajak Menerbitkan 185.000 Surat Permintaan Penjelasan untuk Wajib Pajak
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah menerbitkan 185.000 Surat Cinta atau Surat Permohonan Klarifikasi Data dan/atau Keterangan (SP2DK) hingga 25 Juli 2025. Penerbitan surat-surat ini diklaim sebagai bagian dari pemantauan kepatuhan wajib pajak secara rutin. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Rosmauli mengatakan, langkah ini tidak semata-mata dipicu oleh kondisi penerimaan negara, baik saat sedang naik maupun turun. “Perlu kami sampaikan bahwa penerbitan SP2DK merupakan salah satu upaya pengawasan kepatuhan yang Ditjen Pajak lakukan dan tidak tergantung pada keadaan penerimaan yang sedang naik atau turun,” ujar Rosmauli kepada Kontan.co.id, Minggu (27/7/2025). Menurutnya, setiap SP2DK yang diterbitkan didukung oleh analisis berbasis data dan sistem. Selain itu, petugas pajak juga melakukan pertimbangan untuk memastikan bahwa surat yang diterbitkan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. “Serta memerlukan pertimbangan dari petugas guna memastikan bahawa setiap penerbitannya telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” katanya. Sebagai informasi, SP2DK (Surat Perintah Penyerahan) adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk meminta klarifikasi data dan/atau informasi dari wajib pajak terkait dugaan tidak terpenuhinya kewajiban perpajakan. Untuk melakukan pengawasan, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) berwenang melakukan kegiatan P2DK dengan menerbitkan SP2DK. Melalui SP2DK, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) meminta klarifikasi dari wajib pajak terkait data dan/atau informasi berdasarkan hasil pemeriksaan kepatuhan material yang menunjukkan adanya ketidakpatuhan dan tidak terpenuhinya kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.
DJP Kemenkeu Angkat Bicara Terkait Masalah Amplop Kondangan Yang Dikenakan Pajak
Lini masa media sosial ramai diramaikan rumor bahwa pemerintah akan mengenakan pajak atas amplop hadiah pernikahan dan hajatan. Kabar ini bermula dari pernyataan Mufti Anam, saat rapat dengar pendapat bersama Danantara dan Kementerian BUMN di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (23/7/2025). Ia mengaku mendapatkan informasi bahwa pemerintah akan memungut pajak dari amplop kondangan yang didapatkan masyarakat dari acara hajatan. “Kami dengar dalam waktu dekat orang yang mendapat amplop di kondangan dan di hajatan akan dimintai pajak oleh pemerintah. Nah, ini kan tragis, sehingga ini membuat rakyat kami hari ini cukup menjerit,” kata Mufti, dikutip dari Kompas.com, Kamis (24/7/2025). Mufti menilai, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sangat masif memungut pajak dari masyarakat sebagai upaya menambal defisit APBN akibat penerimaan negara yang berkurang karena dividen BUMN dialihkan ke BPI Danantara. Komentar warganet soal amplop kondangan dikenakan pajak Pernyataan dari anggota dewan tersebut kemudian menuai beragam kritikan dan komentar dari warganet, salah satunya di X (Twitter). Jadi, benarkah amplop pernikahan akan dikenakan pajak? Menanggapi pernyataan ini, Rosmauli, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, menegaskan bahwa pihaknya tidak berencana mengenakan pajak pada amplop pernikahan. “Kami perlu meluruskan bahwa tidak ada kebijakan baru dari Direktorat Jenderal Pajak maupun pemerintah yang secara khusus akan memungut pajak dari amplop hajatan atau kondangan, baik yang diterima secara langsung maupun melalui transfer digital,” ujar Rosmauli kepada Kompas.com, Rabu (23/7/2025).
Apa yang Harus Dilakukan jika Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 1721-A1 Belum Difasilitasi?
Bukti Potong PPh Pasal 21 (PPh 21) 1721-A1 tetap perlu diterbitkan meskipun Nomor Induk Kependudukan (NIK) karyawan belum terdaftar di sistem Coretax. Lalu, apa yang harus dilakukan? Pemberi kerja wajib menerbitkan Surat Keterangan Potong PPh 1721-A1 menggunakan NIK karyawan yang masih berlaku, setelah memastikan NIK tersebut telah diaktifkan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Jika belum, NIK karyawan harus diaktifkan terlebih dahulu. “Bupot 1721-A1 tetap akan diterbitkan. NIK karyawan perlu diaktifkan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Silakan hubungi karyawan yang bersangkutan untuk datang ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat guna memproses aktivasi NIK. Hal ini juga berlaku bagi karyawan yang masih aktif,” tulis Kring Pajak menanggapi pertanyaan seorang netizen, Senin (28 Juli 2025). Perlu diketahui bahwa Kring Pajak menegaskan bahwa penerbitan SPT PPh 1721-A1 melalui Coretax belum memfasilitasi penerbitan NPWP 9990000000999000. Oleh karena itu, NIK karyawan harus terdaftar di sistem Coretax untuk membuat SPT PPh 1721-A1. Jika karyawan tidak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif NPWP, mereka dapat memilih ‘Daftar Saja’. Jika tidak, SPT PPh 1721-A1 tidak dapat dibuat. “NIK karyawan tetap harus diaktifkan untuk aktivasi akun demi kelancaran administrasi perpajakan,” tulis Kring Pajak. Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menjelaskan bahwa melalui Coretax, SPT dapat dibuat menggunakan NPWP sementara atau NPWP sementara jika wajib pajak penerima penghasilan belum terdaftar dalam sistem. Namun, terdapat konsekuensi bagi penerima jika NPWP sementara digunakan. Untuk membuat SPT atas penghasilan yang diterima wajib pajak yang belum terdaftar di Coretax, masukkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sementara atau NPWP sementara yang disediakan oleh sistem. Akibatnya, SPT yang telah dibuat tidak akan terkirim ke akun penerima. Artinya, SPT tersebut tidak akan dicantumkan atau diisi sebelumnya dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) penerima. NPWP sementara yang disediakan sistem dan wajib diisi pada kolom NPWP pada surat keterangan potong pajak adalah 9990000000999000. Meskipun kolom NPWP telah diisi dengan NPWP sementara, NIK yang tidak valid tetap harus dicantumkan pada kolom nama penerima penghasilan dengan format ‘PENERIMA PENGHASILAN#NIK 16-digit TIDAK VALID’. “Untuk memastikan penerima penghasilan dapat melaporkan SPT-nya dengan surat keterangan potong pajak yang telah diisi sebelumnya, kami mengimbau penerima penghasilan untuk segera mengaktifkan akunnya di Coretax,” tulis DJP.
Kelebihan Pembayaran Pajak Dapat Digunakan untuk Melunasi Utang Pajak atas Nama Wajib Pajak Lain
Wajib pajak dapat menggunakan kelebihan pembayaran pajak (restitusi) untuk melunasi utang pajak atas nama wajib pajak lain, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 81/2024. Mengacu pada Pasal 154 ayat (2) PMK 81/2024, sisa kelebihan pembayaran pajak dapat dikembalikan kepada wajib pajak atau digunakan untuk melunasi utang pajak atas nama wajib pajak lain dengan persetujuan wajib pajak. “Persetujuan wajib pajak diperoleh apabila Direktorat Jenderal Pajak mengirimkan permintaan konfirmasi kompensasi kelebihan pembayaran pajak kepada utang pajak dan/atau setoran pajak wajib pajak lain,” bunyi Pasal 154 ayat (3) PMK 81/2024, dikutip pada Senin (28 Juli 2025). Persetujuan wajib pajak harus disampaikan paling lambat tujuh hari sejak tanggal permohonan konfirmasi atau satu hari sebelum batas waktu penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak, mana yang lebih dahulu. Apabila wajib pajak tidak memberikan persetujuan konfirmasi dalam jangka waktu yang ditentukan, maka kelebihan pembayaran pajak yang tersisa akan dikembalikan kepada wajib pajak. Perlu diketahui bahwa pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dengan menggunakan nomor rekening dalam negeri atas nama wajib pajak, yang tersedia pada profil wajib pajak di basis data pajak atau Coretax DJP. Sebagai informasi, wajib pajak menerima pengembalian kelebihan pembayaran pajak apabila: terdapat kelebihan pembayaran pajak dan kompensasi bunga terkait dengan pajak penghasilan, PPN, pajak penjualan atas barang mewah, properti, bea meterai, pajak penjualan, dan pajak karbon. Mengacu pada Pasal 154 ayat (1), kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 dan 152 serta kompensasi bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153 wajib diperhitungkan terlebih dahulu untuk melunasi utang pajak wajib pajak. Selanjutnya, apabila setelah perhitungan ini masih terdapat kelebihan pembayaran pajak, maka kelebihan pembayaran pajak tersebut akan dikembalikan kepada wajib pajak atau dapat digunakan untuk: membayar utang pajak atas nama wajib pajak lainnya; dan/atau menambah setoran pajak atas nama wajib pajak.
Isi Dokumen Tagihan yang Wajib Dibuat Pedagang di “Marketplace” yang Diatur PMK 37/2025
Isi Dokumen Tagihan yang Wajib Dibuat Pedagang di “Marketplace” Dokumen tagihan paling sedikit berisi: Nomor dan tanggal dokumen tagihan; Nama pihak lain; Nama akun pedagang dalam negeri; Identitas pembeli barang dan/atau jasa berupa nama dan alamat; Jenis barang dan/atau jasa, jumlah harga jual, dan potongan harga; dan Nilai PPh Pasal 22 bagi pedagang dalam negeri masing-masing. Pembatalan Dokumen Tagihan Pajak Dalam hal terdapat keadaan yang mengharuskan koreksi atau pembatalan faktur, pedagang di marketplace wajib membuat dokumen koreksi atau pembatalan yang merujuk pada faktur yang telah dikoreksi atau dibatalkan tersebut. Dokumen koreksi atau pembatalan yang dimaksud dibuat melalui komunikasi elektronik atau sistem elektronik lain yang disediakan oleh marketplace dan digunakan untuk transaksi PMSE. Nomor dokumen koreksi atau nomor dokumen pembatalan faktur sebagaimana dimaksud diisi menggunakan nomor yang dihasilkan melalui komunikasi elektronik yang disediakan oleh marketplace. Sedangkan, dokumen koreksi atau dokumen pembatalan faktur merupakan dokumen yang dianggap sebagai bukti pemungutan PPh Pasal 22, sebagaimana tercantum dalam dokumen koreksi. Dokumen ini dapat diperhitungkan sebagai pembayaran PPh tahun berjalan bagi pedagang atau dapat dimasukkan sebagai bagian dari pembayaran PPh final. Sebagaimana diketahui, PMK 37/2025 belum diimplementasikan. Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak, Hestu Yoga Saksama, menegaskan bahwa peraturan ini akan diimplementasikan secara bertahap sesuai dengan kesiapan sistem marketplace. “Kami sudah berkomunikasi dengan marketplace, kami sosialisasikan dan mereka juga butuh penyesuaian di sistemnya. Ketika mereka sudah siap untuk implementasi, mungkin dalam sebulan sampai dua bulan ke depan baru kami tetapkan mereka sebagai pemungut PMSE,” ungkap Hestu dalam Media Briefing di Kantor Pusat DJP, Jakarta, (15/7/25).
