Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PER) Nomor PER-16/PJ/2025, yang mengubah PER-6/PJ/2025 tentang pelaksanaan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak (restitusi) bagi wajib pajak yang memenuhi kriteria tertentu, wajib pajak yang memenuhi persyaratan tertentu, dan pengusaha kena pajak (PKP) berisiko rendah. Peraturan yang mulai berlaku pada 13 Agustus ini menyempurnakan ketentuan yang ada dan memperluas cakupannya hingga mencakup perusahaan tujuan khusus (PKP) dan Kontrak Investasi Kolektif (KIK) dengan status PKP berisiko rendah. Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menyatakan bahwa revisi peraturan ini bertujuan untuk memperkuat kepastian hukum dan mempercepat layanan restitusi. “Untuk memberikan kepastian hukum yang lebih besar dalam pelaksanaan restitusi pendahuluan kelebihan pembayaran pajak, perlu dilakukan penyesuaian ketentuan pelaksanaan restitusi pendahuluan kelebihan pembayaran pajak bagi wajib pajak yang memenuhi kriteria tertentu, wajib pajak dengan persyaratan tertentu, dan pengusaha kena pajak berisiko rendah, serta perusahaan tujuan khusus atau kontrak investasi kolektif sebagai pengusaha kena pajak berisiko rendah,” jelas Bimo dalam bagian pertimbangan peraturan tersebut. Rincian Perubahan Restitusi Pajak dalam PER-16/PJ/2025 Salah satu poin penting dalam peraturan baru ini adalah penambahan ayat (2a) pada Pasal 6, yang merinci dokumen Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengingatkan bahwa kebijakan ini berlaku untuk Pajak Masukan yang tercatat pada faktur pajak atau dokumen tertentu yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) dan telah divalidasi dalam sistem DJP. PER-16/PJ/2025 juga menekankan kewajiban DJP untuk melakukan penelitian sebelum menerbitkan Surat Keputusan tentang Restitusi Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak. Prosesnya dimulai ketika wajib pajak mengajukan permohonan restitusi melalui SPT atau aplikasi terpisah. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kemudian melakukan pemeriksaan, yang meliputi verifikasi keabsahan status PPN (Pengusaha Kena Pajak) berisiko rendah, verifikasi kebenaran kredit pajak masukan, dan pemeriksaan data pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Apabila hasil pemeriksaan tidak menunjukkan kelebihan pembayaran atau permohonan tidak memenuhi persyaratan, DJP akan menerbitkan surat pemberitahuan dan menindaklanjuti sesuai dengan Pasal 17B UU KUP. Lebih lanjut, PER-16/PJ/2025 memberikan perhatian khusus terhadap permohonan restitusi yang berasal dari Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Tahun 2024 yang disampaikan oleh wajib pajak orang pribadi tertentu, tetapi terdapat kesalahan pencantuman PPh Pasal 21. Peraturan ini menegaskan bahwa permohonan tersebut dianggap tidak mengandung kelebihan pembayaran pajak, dan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak tidak akan diterbitkan. Pemberitahuan hanya akan disampaikan kepada wajib pajak pemohon, dan tidak akan dilakukan tindakan berdasarkan Pasal 17B UU KUP. DJP juga memperjelas kriteria wajib pajak orang pribadi tertentu. Wajib pajak tersebut adalah orang pribadi selain pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI)/Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), pejabat negara, dan pensiunan yang menerima penghasilan hanya dari satu pemberi kerja atau dana pensiun, tidak memiliki potongan penghasilan berupa zakat atau sumbangan keagamaan dari luar pemberi kerja, dan kelebihan pembayaran terjadi karena PPh terutang yang dihitung wajib pajak lebih kecil dari PPh Pasal 21 yang dipotong oleh pemberi kerja. “Tidak terdapat kelebihan pembayaran pajak; Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak tidak diterbitkan dan tidak diberitahukan kepada wajib pajak pemohon; dan tidak dilakukan tindakan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B UU KUP,” tegas […]
DJP Revisi Ketentuan Soal PJAP (Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan)
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-5/PJ/2025 yang merevisi ketentuan mengenai penyedia jasa aplikasi perpajakan (PJAP) dalam PER-11/PJ/2019 hingga PER-10/PJ/2020. Pertimbangan dalam PER-5/PJ/2025 menjelaskan bahwa revisi ketentuan PJAP tidak terlepas dari pelaksanaan reformasi sistem administrasi perpajakan di bidang peraturan perundang-undangan, proses bisnis, serta teknologi informasi dan basis data. Hal ini bertujuan untuk menciptakan sistem administrasi perpajakan yang lebih efektif dan efisien dengan fleksibilitas yang tinggi. Ketentuan mengenai Sistem Administrasi Perpajakan (PJAP) yang diatur dalam PER-11/PJ/2019 sampai dengan PER-10/PJ/2020 tidak mengakomodasi pemutakhiran sistem administrasi perpajakan… oleh karena itu, Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang dimaksud perlu diganti,” demikian bunyi salah satu pertimbangan dalam PER-5/PJ/2025. PER-5/PJ/2025 menyatakan bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat menunjuk Pengusaha Kena Pajak (PJAP) untuk memfasilitasi pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak. PJAP yang ditunjuk wajib menyediakan layanan aplikasi perpajakan, yang terdiri dari lima jenis layanan. Pertama, menyediakan layanan validasi status wajib pajak. Kedua, menyediakan aplikasi pembuatan dan pendistribusian bukti pemotongan atau pemungutan secara elektronik. Ketiga, menyediakan modul e-Faktur. Keempat, menyediakan aplikasi pembuatan kode billing. Kelima, mendistribusikan surat pemberitahuan dalam format dokumen elektronik. Jasa Penunjukan Pelayanan Kuasa Wajib Pajak (PJAP) yang ditunjuk dapat memberikan layanan pendukung permohonan sepanjang telah disetujui oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Untuk menunjuk Jasa Penunjukan Pelayanan Kuasa Wajib Pajak (PJAP), Direktur Jenderal Pajak akan menentukan jumlah Wajib Pajak yang dibutuhkan. Direktur Jenderal Pajak juga akan menyediakan informasi mengenai jumlah Wajib Pajak yang dibutuhkan melalui situs web DJP. Peraturan Per-5/PJ/2025 mengatur beberapa aspek Wajib Pajak secara rinci, meliputi persyaratan dan permohonan Wajib Pajak, proses permohonan, kewajiban dan larangan Wajib Pajak, hak Wajib Pajak, serta pengawasan dan sanksinya. Selain itu, terdapat bab mengenai ketentuan peralihan yang perlu diperhatikan. Pada saat PER5/PJ/2025 mulai berlaku, Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Pengangkatan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PJAP) yang diterbitkan sebelum peraturan ini mulai berlaku, tetap berlaku untuk pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan untuk Masa Pajak sampai dengan Desember 2024; untuk sebagian Tahun Pajak sampai dengan bagian Tahun Pajak yang berakhir pada Desember 2024; dan/atau untuk Tahun Pajak sampai dengan Tahun Pajak 2024. Lebih lanjut, Pengusaha Kena Pajak (PJAP) yang telah diterbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Pengangkatan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PJAP) dapat menyesuaikan sistem layanan aplikasi perpajakannya sehubungan dengan pemutakhiran sistem administrasi perpajakan inti. Penyesuaian sistem layanan aplikasi perpajakan ini dilakukan dengan ketentuan seluruh layanan yang dipersyaratkan dalam PJAP telah tersedia paling lambat tanggal 31 Desember 2025. “Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan tentang pengangkatan Pengusaha Kena Pajak bagi Wajib Pajak (PJAP) yang telah memenuhi persyaratan…” bunyi Pasal 18 ayat (4) PER-5/PJ/2025. Pada saat PER-5/PJ/2025 mulai berlaku, PER-11/PJ/2019 sampai dengan PER-10/PJ/2020 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. PER-5/PJ/2025 mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, yaitu tanggal 2 Mei 2025.
Buka Tabungan Emas di Pegadaian Tanpa Kena Pajak
Buka Tabungan Emas Secara Online Nasabah bisa membuka Tabungan Emas melalui aplikasi Pegadaian Digital. Berikut langkah-langkahnya: Unduh aplikasi Pegadaian Digital di Play Store atau App Store. Pilih menu “Buka Tabungan Emas”. Isi data diri lengkap, unggah KTP, lalu pilih outlet Pegadaian terdekat sebagai lokasi pengambilan buku tabungan. Cek kembali data, masukkan kode promo (jika ada), lalu konfirmasi. Tentukan metode pembayaran dan lakukan setoran awal minimal Rp10 ribu. Pendaftaran online dibebaskan dari biaya pengelolaan rekening selama satu tahun. Jika pendaftaran sukses, rekening Tabungan Emas aktif dan nasabah bisa mulai menabung secara konsisten. Buka Tabungan Emas Secara Offline Selain lewat aplikasi, pembukaan rekening juga bisa dilakukan dengan mendatangi kantor cabang Pegadaian terdekat. Caranya: Datangi outlet Pegadaian dan sampaikan ke petugas untuk membuka Tabungan Emas. Isi formulir pendaftaran, lalu serahkan bersama KTP. Bayar biaya administrasi Rp10 ribu dan biaya pengelolaan Rp30 ribu untuk setahun. Setelah proses selesai, nasabah akan menerima buku rekening Tabungan Emas. Produk Tabungan Emas menawarkan fleksibilitas kepada nasabah, mulai dari pembelian kembali (dijual kembali), gadai emas, hingga pencetakan emas fisik. Saldo Tabungan Emas juga dapat ditransfer ke pengguna lain. Selain itu, fitur simulasi Tabungan Emas tersedia di aplikasi untuk menghitung jumlah gram emas yang ingin Anda beli dengan mudah. Menariknya, transaksi Tabungan Emas bebas pajak emas, sehingga nasabah hanya membayar sebesar jumlah isi ulang emas mereka.
Untuk Memotong PPh Final Jasa Pengawasan Konstruksi, Wajib Pajak Gunakan Kode Objek Pajak Ini
Pusat kontak Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kring Pajak, menyatakan bahwa kode objek pajak untuk Jasa Pengawasan Konstruksi di aplikasi DJP Coretax dapat dimasukkan menggunakan kode objek pajak Jasa Konsultasi Konstruksi. Penjelasan ini menanggapi cuitan seorang netizen yang mengaku tidak menemukan kode objek pajak untuk jasa pengawasan konstruksi di DJP Coretax. Wajib pajak hanya melihat kode objek pajak untuk konstruksi terpadu, konsultan konstruksi, dan pekerjaan konstruksi. “Untuk pemotongan PPh final jasa pengawasan konstruksi, wajib pajak dapat memilih kode objek pajak Jasa Konsultasi Konstruksi sesuai dengan SBU yang dimiliki oleh penyedia jasa,” ujarnya, seperti dikutip dari situs DJP, Minggu (14 September 2025). Sesuai dengan Pasal 2 ayat (5) PP 9/2022, jasa konsultasi konstruksi meliputi seluruh atau sebagian kegiatan yang meliputi penilaian, perencanaan, perancangan, pengawasan, dan pengelolaan konstruksi bangunan gedung. Sebagai informasi, jasa yang dikategorikan sebagai jasa konstruksi adalah jasa konsultasi konstruksi dan/atau pekerjaan konstruksi. Usaha jasa konstruksi diklasifikasikan menjadi lima kategori: jasa konsultasi konstruksi umum; jasa konsultasi konstruksi spesialis; pekerjaan konstruksi umum; pekerjaan konstruksi spesialis; dan pekerjaan konstruksi terpadu. Usaha jasa konstruksi dilaksanakan melalui tiga kegiatan: jasa konsultasi konstruksi, pekerjaan konstruksi, dan pekerjaan konstruksi terpadu. Untuk pekerjaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang memiliki sertifikat kualifikasi usaha kecil atau sertifikat kompetensi bagi orang pribadi, tarif PPh final yang berlaku adalah 1,75%. Selanjutnya, untuk pekerjaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang tidak memiliki sertifikat badan usaha atau sertifikat kompetensi bagi orang pribadi, tarif PPh final ditetapkan sebesar 4%. Sementara itu, pekerjaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa selain kedua penyedia jasa tersebut di atas dikenakan tarif PPh final sebesar 2,65%. Lebih lanjut, pekerjaan konstruksi terpadu oleh penyedia jasa bersertifikasi badan usaha dikenakan pajak penghasilan final sebesar 2,65%, sementara pekerjaan konstruksi terpadu oleh penyedia jasa non-sertifikasi dikenakan pajak penghasilan final sebesar 4%. Terakhir, jasa konsultasi konstruksi oleh penyedia jasa bersertifikasi badan usaha atau sertifikat kompetensi kerja untuk orang pribadi dikenakan pajak penghasilan final sebesar 3,5%, sementara jasa konsultasi konstruksi oleh penyedia jasa tanpa sertifikasi dikenakan pajak penghasilan final sebesar 6%.
Soal Warisan, Ditjen Pajak Imbau Wajib Pajak Ajukan Surat Keterangan Bebas (SKB) Agar Terhindar dari PPh Final
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengingatkan ahli waris bahwa mereka tidak perlu membayar pajak penghasilan (PPh) ketika mewarisi tanah atau bangunan. Hal ini karena warisan tersebut tidak dikenakan pajak penghasilan. Selain itu, pengalihan hak atas tanah dan bangunan melalui pewarisan juga dibebaskan dari pengenaan Pajak Penghasilan Badan (PHTB). Namun, pembebasan pajak penghasilan diberikan melalui penerbitan Surat Keterangan Bebas (SKB). “Tidak ada PPh atas warisan. Ahli waris berhak mengajukan SKB PPh untuk dibebaskan dari pengenaan PPh final,” tulis DJP di media sosial pada Rabu (17 September 2025). Perlu diketahui, SKB PPh adalah surat keterangan bebas pajak penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian jual beli tanah dan/atau bangunan, beserta perubahannya. Ketentuan ini diatur dalam PMK 81/2024 Pasal 200 ayat (2). Untuk mendapatkan SKB, wajib pajak dapat mengunjungi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat atau mengajukan permohonan secara daring melalui sistem coretax di coretaxdjp.pajak.go.id. “Jadi, jika Anda mewarisi tanah atau bangunan, Anda tidak perlu membayar pajak penghasilan. Agar pengalihan hak kepemilikan lebih mudah dan aman, jangan lupa untuk mengajukan SKB,” imbau DJP. Terdapat beberapa dokumen dan persyaratan yang harus dipenuhi wajib pajak untuk mendapatkan Surat Keterangan Catatan Pajak (SKB). Secara umum, ketentuan teknis penerbitan SKB tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PER-8/PJ/2025). DJP menghimbau wajib pajak sebagai ahli waris untuk melampirkan Surat Keterangan Pembagian Waris sesuai dengan Pasal 101 ayat (5) huruf c PER-8/PJ/2025. Selain itu, ahli waris juga harus memenuhi persyaratan Surat Keterangan Fiskal (SKF) untuk mendapatkan SKB. Permohonan SKB untuk pemotongan Pajak Penghasilan (PPh PHTB) dapat diajukan ke coretax melalui modul Layanan Wajib Pajak, pada menu Layanan Administrasi dan submenu Buat Permohonan Layanan Administrasi, beserta kode jenis layanan AS.19 dan kode sublayanan AS.19-05.
Cara Agar Warisan Tanah atau Bangunan Bebas Pajak
Pengecualian PPh Final atas Warisan Ketika seorang ahli waris menerima warisan berupa tanah atau bangunan, hak-hak tersebut beralih dari ahli waris kepada ahli waris lainnya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 (PP 34/2016), penghasilan yang timbul dari pengalihan hak atas tanah atau bangunan karena pewarisan tetap dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final. Namun, pada Pasal 6 huruf d PP 34/2016, dijelaskan bahwa penghasilan dari pengalihan hak atas tanah/bangunan akibat waris dikecualikan dari pembayaran PPh Final. Pengecualian diberikan apabila wajib pajak telah memiliki SKB. Permohonan SKB PPh Final atas Warisan Tata cara pengajuan SKB atas warisan diatur melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-8/PJ/2025 (PER 8/2025). Permohonan SKB diajukan oleh ahli waris ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat ahli waris terdaftar. Pengajuan dapat dilakukan secara elektronik melalui aplikasi Coretax, lewat menu Layanan Administrasi, sub kategori layanan AS.19-05. SKB diajukan dengan format sesuai Lampiran IX.1 PER 8/2025. Permohonan tersebut juga harus dilampiri dengan Surat Pernyataan Pembagian Waris dengan format sesuai dengan Lampiran IX.5 PER 8/2025. Keputusan atas permohonan SKB akan diterbitkan dalam waktu tiga hari kerja setelah pengajuan. Apabila melebihi jangka waktu tersebut, permohonan dianggap diterima. Kepala Kantor Pelayanan Pajak wajib menerbitkan SKB paling lambat dua hari kerja setelah jangka waktu pengambilan keputusan berakhir. BPHTB atas Harta Waris Selain PPh Final, pajak yang harus ditanggung ahli waris ketika melakukan pengalihan hak adalah BPHTB. BPHTB terutang sebesar 5% dari nilai perolehan yang dikurangi nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTK). Menurut UU HKPD, NPOPTKP untuk BPHTB secara umum adalah paling sedikit Rp80 juta. Khusus untuk harta waris, NPOPTKP diberikan paling sedikit Rp300 juta. Pelaporan Harta Warisan pada SPT Tahunan Apabila ahli waris telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SKB) Final atas penghasilan dari pengalihan tanah dan/atau bangunan warisan, dan warisan tersebut benar-benar dimiliki/dikuasai oleh ahli waris pada akhir tahun pajak, ahli waris wajib melaporkan tanah/bangunan yang diterima tersebut dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT PPh OP) ahli waris. Pada saat menyampaikan SPT Tahunan, masukkan harta warisan pada kolom penghasilan yang tidak termasuk dalam Penghasilan Kena Pajak. Selanjutnya, tanah/bangunan yang diperoleh dilaporkan dalam daftar harta dengan mencantumkan tahun perolehan dan harga perolehan. Mulai tahun pajak 2025, SPT Tahunan akan disampaikan melalui aplikasi Coretax. Bagi orang pribadi, harta warisan dilaporkan dalam daftar harta pada Lampiran 1 SPT PPh OP.
Segarnya Layanan e-PBK bagi Pengembang Wajib Pajak: e-PBK Otomatis Penuh
Seperti yang kita ketahui, e-PBK yang diajukan melalui kanal DJPOnline (https://djponline.pajak.go.id/) biasanya dilakukan ketika terjadi kesalahan dalam pembayaran atau penyetoran pajak. Salah satu permintaan tersebut, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024, adalah untuk pembayaran Pajak Penghasilan Badan (PHTB) yang belum diterbitkan Surat Keterangan Pengesahan SSP (Suket) Pembayaran PHTB. Umumnya, e-PBK adalah proses pemindahan bukti penerimaan pajak ke tempat penerimaan pajak yang sesuai. Namun, jika jumlah e-PBK yang ditransfer cukup besar, tentu membutuhkan waktu dan upaya yang lebih besar, baik dari sisi wajib pajak maupun dari sisi administrasi Direktorat Jenderal Pajak. Banyak wajib pajak pengembang mungkin sudah membayar Pajak Penghasilan (PPh) final Pasal 4 ayat 2 atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, baik secara keseluruhan maupun blok (beberapa objek pajak bumi dan bangunan dalam satu masa pajak). Pada saat penyerahan SSP dan/atau pengalihan hak milik kepada pembeli, pembayaran PPh akan dipecah menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk setiap PBB (tanah dan bangunan) melalui proses pengalihan. e-PBK Otomatis Penuh Apa yang baru dalam proses pengalihan/e-PBK Otomatis Penuh? Sebelumnya, ketika permohonan pengalihan diajukan melalui DJPOnline, terdapat proses peninjauan dan persetujuan oleh petugas untuk menentukan apakah permohonan tersebut dikabulkan atau ditolak. Ke depannya, peninjauan dan persetujuan akan dilakukan secara otomatis oleh sistem, sehingga prosesnya lebih cepat dan efisien. Proses validasi pengalihan dilakukan oleh sistem, sehingga kita harus mempertimbangkan dengan cermat ketentuan/parameter yang harus dipenuhi untuk memastikan permohonan pengalihan kita disetujui. Ketentuan ini meliputi: Transfer untuk pemisahan pembayaran Pajak Penghasilan Final atas penjualan tanah dan bangunan (khusus untuk Kode Rekening Pajak 411128 dan Kode Jenis Setoran 402). Pembayaran/setoran yang diajukan untuk transfer harus dilakukan sebelum 1 Januari 2025. Pembayaran yang diajukan untuk transfer bersumber dari NTPN dan/atau Bukti Transfer. Pembayaran belum digunakan untuk Surat Keterangan Pengesahan PPHTB/SPT Masa Unifikasi/SPT Masa PPN dan pajak lainnya. Pembayaran/NTPN masih memiliki “nilai sisa” (misalnya, jika transfer telah diajukan untuk pemisahan pembayaran Pajak Penghasilan Final atas penjualan tanah dan/atau bangunan, pastikan masih ada nilai sisa yang belum diajukan untuk transfer). Selain persyaratan tersebut, faktor penting lainnya untuk memastikan transfer langsung diterima oleh sistem antara lain Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang sama antara pengirim dan penerima, kode rekening pajak/kode jenis setoran yang sama antara pengirim dan penerima, serta masa/tahun pajak yang sama antara pengirim dan penerima (misalnya, jika transfer dari NPWP 411128-402 untuk periode Agustus 2024, tujuan transfer harus ke NPWP 411128-402 untuk periode Agustus 2024). Sistem e-PBK yang sepenuhnya otomatis ini saat ini terbatas pada proses transfer untuk pemisahan pembayaran Pajak Penghasilan Final atas penjualan tanah dan/atau bangunan. Dengan pengembangan sistem di DJPOnline dan perubahan proses Layanan e-PBK ke format yang sepenuhnya otomatis, produk hukum permohonan transfer (bukti transfer) dapat segera diperoleh Wajib Pajak setelah validasi data aplikasi yang dilakukan oleh sistem valid. Layanan e-PBK baru yang sepenuhnya otomatis ini, yang akan diluncurkan pada pertengahan semester kedua tahun 2025, diharapkan dapat menyederhanakan administrasi dan menghemat waktu bagi wajib pajak pada umumnya, khususnya wajib pajak pengembang, yang ingin mengajukan transfer online melalui situs web DJPOnline. Semoga berhasil!
Cara Mengajukan Surat Keterangan Domisili untuk SPDN Melalui Coretax
Buka Coretax melalui https://coretaxdjp.pajak.go.id/ dan masuk ke akun Coretax DGT Anda. Jika Anda mewakili wajib pajak lain, jangan lupa untuk menyamarkan akun utama kepada wajib pajak yang Anda wakili. Di halaman utama Coretax, pilih modul Layanan Wajib Pajak, menu Layanan Administrasi, dan submenu Buat Permintaan Layanan Administrasi. Saat masuk sebagai wajib pajak yang disamarkan, sistem akan menampilkan bilah pencarian untuk nomor janji temu. Di bilah pencarian nomor janji temu, klik ikon kaca pembesar dan pilih nomor janji temu yang sesuai. Selanjutnya, pilih jenis layanan wajib pajak dengan kode AS.03 Surat Keterangan Domisili. Pilih kategori sub-layanan AS.03-01 LA.03-01 Surat Keterangan Domisili Wajib Pajak Dalam Negeri (SKD SPDN) dan klik Simpan. Setelah nomor perkara dibuat, klik Alur Perkara di sisi kiri layar. Sistem akan menampilkan halaman Perutean Perkara yang berisi formulir Permohonan Penerbitan SKD SPDN. Halaman ini terdiri dari empat bagian: (i) Informasi Umum; (ii) Rincian Permohonan; (iii) Data Rekanan Transaksi; (iv) Surat Pernyataan Wajib Pajak. Pada bagian informasi umum, kolom-kolom informasi akan terisi secara otomatis oleh sistem. Pada bagian rincian permohonan, beberapa kolom juga akan terisi secara otomatis. Gulir ke bawah dan masukkan bulan awal, bulan akhir, dan tahun pajak pengajuan SKD SPDN. Misalnya, Januari dan Desember 2025. Kemudian, centang kotak “Periksa Data Pelaporan SPT Tahunan PPh untuk Tahun Pajak Terkait”. Di bagian Data Rekanan, masukkan detail rekanan Anda. Informasi yang diperlukan meliputi: (i) kewarganegaraan rekanan; (ii) NPWP rekanan; (iii) nama rekanan; (iv) alamat rekanan; dan (v) deskripsi transaksi (misalnya, deskripsi layanan atau pekerjaan yang Anda berikan). Di bagian Pernyataan Wajib Pajak, klik kotak centang di samping Pernyataan Wajib Pajak. Kemudian, pilih kota/kabupaten tempat Anda mengajukan permohonan SKD SPDN dan klik Simpan. Jika berhasil, akan muncul notifikasi pop-up “Penyimpanan Berhasil”. Selanjutnya, gulir ke bawah ke bagian Dokumen Keluar-CTAS. Klik tombol “Buat PDF”. Sistem akan menampilkan halaman Formulir Buat Dokumen. Lengkapi kolom yang ditandai dengan tanda bintang dan klik Simpan. Jika berhasil, akan muncul notifikasi “Berhasil”, yang menunjukkan bahwa dokumen telah berhasil dibuat. Tombol unduh PDF dan pratinjau dokumen akan muncul. Selanjutnya, tanda tangani dokumen dengan mengeklik tombol “Tanda Tangan”. Sebuah kotak untuk penandatanganan elektronik akan muncul. Tanda tangani dokumen menggunakan kode otoritas DJP atau sertifikat digital, lalu klik “Simpan”. Gulir ke bawah halaman dan pastikan semua kolom telah diisi, lalu klik tombol “Kirim”. Jika berhasil, sistem akan otomatis kembali ke halaman Permohonan Perkara, yang menyatakan bahwa perkara telah ditutup. SKD SPDN yang telah diterbitkan dapat dilihat di modul “Portal Saya” dan menu “Dokumen Saya”. Anda juga dapat mengunduh SKD SPDN. Selesai. Semoga bermanfaat.
Mengajukan Pengukuhan PKP di Coretax
Sesuai ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-7/PJ/2025 (PER 7/2025), permohonan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) disampaikan secara elektronik salah satunya melalui Coretax. Pengajuan dilakukan melalui menu Portal Saya → Pengukuhan PKP. Di aplikasi Coretax, formulir pengukuhan PKP dapat langsung diisi. Sebagian informasi juga telah terisi otomatis. Wajib pajak perlu memastikan telah mengisi seluruh kolom yang bersifat mandatory yang ditunjukkan dengan simbol *. Salah satu yang perlu diperhatikan, laman tersebut mewajibkan wajib pajak untuk mengunggah file. File yang dimaksud adalah peta dan foto lokasi usaha. Sesuai ketentuan Pasal 52 ayat (3) PER 7/2025, formulir pengukuhan PKP yang disampaikan harus disertai peta dan foto lokasi usaha. Jika diajukan oleh Pengusaha Badan yang menggunakan Kantor Virtual sebagai tempat pengukuhan PKP, selain peta dan foto lokasi usaha, file lain yang harus diunggah adalah: surat pernyataan tentang kegiatan usaha dan tempat kegiatan usaha yang sebenarnya; dan kontrak, perjanjian atau dokumen sejenis terkait penggunaan kantor virtual (minimal 1 tahun). Nantinya KPP akan melakukan penelitian atas permohonan yang disampaikan. Keputusan akan diberikan paling lama 10 hari kerja setelah permohonan pengukuhan PKP diterima lengkap. Selain lewat Coretax, permohonan pengukuhan PKP dapat disampaikan melalui laman milik PJAP maupun Contact Center. Dalam kondisi wajib pajak tidak dapat menyampaikan secara elektronik, permohonan diajukan secara langsung atau melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir. Permohonan secara langsung diajukan dengan format Lampiran I bagian I PER 7/2025.
Pemerintah Siapkan Regulasi Pajak Gula untuk Makanan dan Minuman
Pemerintah, melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes), sedang menyiapkan regulasi baru terkait pengendalian konsumsi gula, termasuk mekanisme pajak gula, atau pajak atas makanan dan minuman tinggi gula. Kebijakan ini disebut-sebut sebagai strategi jangka panjang untuk menurunkan angka obesitas dan mencegah penyakit tidak menular yang terus meningkat di Indonesia. Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono menjelaskan bahwa pemerintah saat ini sedang menyusun regulasi mengenai pajak gula untuk makanan, yang akan mengenakan pajak atas gula dalam jumlah tertentu. Ia menegaskan bahwa regulasi tersebut masih dalam pembahasan. “Saat ini kami sedang menyusun regulasi untuk menerapkan pajak gula untuk makanan. Ini akan mengenakan pajak atas gula dalam jumlah tertentu, tetapi masih dalam pembahasan dan proses. Kami akan meluncurkannya jika sudah siap,” jelas Dante di ASEAN Car Free Day (ACFD 2025). Menurut Dante, langkah ini mendesak mengingat tingginya prevalensi obesitas, terutama di kalangan anak-anak. Data menunjukkan sekitar 30 persen anak sekolah di Jakarta mengalami obesitas. “Obesitas pada anak bukan hanya tentang kelebihan berat badan, tetapi juga membawa risiko penyakit di masa mendatang. Oleh karena itu, anak perlu dibiasakan makan sehat dan aktif bergerak sejak dini,” tegasnya. Dante menambahkan bahwa masalah kesehatan akibat konsumsi gula tinggi tidak boleh dianggap remeh. Tiga penyakit memiliki prevalensi tinggi di Indonesia: hipertensi, diabetes, dan kolesterol. Ketiganya merupakan faktor risiko utama penyakit kardiovaskular, yang merupakan penyebab kematian tertinggi di negara ini. “Anda tidak perlu menderita diabetes, hipertensi, atau kolesterol tinggi jika berolahraga secara teratur. Cukup 30 menit aktivitas fisik per hari atau 150 menit per minggu dapat menurunkan gula darah, mengontrol tekanan darah, dan memperbaiki kadar kolesterol,” jelas Dante. Ia menekankan bahwa pencegahan penyakit tidak cukup hanya melalui kebijakan fiskal seperti pajak gula saja; hal itu juga harus disertai dengan perubahan gaya hidup. Menurut Dante, CFD ASEAN merupakan salah satu wujud komitmen pemerintah dalam mengedukasi masyarakat melalui pendekatan promotif dan preventif. “Saat ini mungkin ada yang hipertensi, tetapi setelah berolahraga teratur dan menerapkan pola makan sehat, kita berharap tahun depan tekanan darah, gula darah, dan kolesterolnya akan turun. Ini tidak bisa dilakukan sekali saja, harus menjadi kebiasaan,” tegasnya.
