Pajak.com, Jakarta – Pemerintah melalui Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati kembali memberikan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk pembelian rumah tapak dan satuan rumah susun (rusun) di tahun 2025. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 13 Tahun 2025, yang ditetapkan pada Selasa, 4 Februari 2025. Dalam PMK Nomor 13/2025, disebutkan bahwa untuk menjaga keberlangsungan pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui stimulasi daya beli masyarakat di sektor perumahan, pemerintah telah menerapkan kebijakan insentif PPN DTP atas penyerahan rumah tapak dan rusun pada tahun 2023 dan 2024. Agar pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap terjaga, pemerintah kembali memberikan paket kebijakan ekonomi berupa insentif PPN DTP atas penyerahan rumah tapak dan rusun untuk tahun anggaran 2025. “Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2025,” bunyi pertimbangan sebagaimana tertuang dalam peraturan tersebut, dikutip Pajak.com pada Jumat (7/2/2025). Berdasarkan Pasal 2 PMK Nomor 13/2025, insentif PPN DTP berlaku untuk rumah tapak, termasuk rumah tinggal atau rumah deret baik bertingkat maupun tidak bertingkat, serta satuan rumah susun yang berfungsi sebagai tempat hunian. Untuk mendapatkan insentif ini, transaksi harus memenuhi syarat yang diatur dalam Pasal 3, yaitu akta jual beli atau perjanjian pengikatan jual beli lunas harus ditandatangani di hadapan notaris dalam periode 1 Januari 2025 hingga 31 Desember 2025. Selain itu, penyerahan hak rumah harus dibuktikan dengan berita acara serah terima yang dilakukan dalam periode yang sama. Berita acara serah terima ini harus mencantumkan identitas lengkap penjual dan pembeli, tanggal serah terima, kode identitas rumah, serta pernyataan bermeterai bahwa rumah sudah diserahkan. Pemerintah menetapkan batas harga rumah yang dapat memperoleh insentif PPN DTP, yakni maksimal Rp5 miliar. Besaran insentif berbeda tergantung waktu serah terima. Jika serah terima dilakukan pada 1 Januari hingga 30 Juni 2025, insentif yang diberikan sebesar 100 persen dari PPN terutang untuk rumah dengan harga hingga Rp2 miliar. Sementara itu, jika serah terima dilakukan pada 1 Juli hingga 31 Desember 2025, insentif yang diberikan sebesar 50 persen dari PPN terutang untuk rumah dengan harga hingga Rp2 miliar. Dengan demikian, semakin cepat transaksi dilakukan, semakin besar manfaat insentif yang diperoleh. Agar memenuhi syarat insentif, rumah harus baru dan siap huni, memiliki kode identitas rumah, serta merupakan penjualan pertama dari pengembang atau Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pembayaran uang muka atau cicilan pertama harus dimulai sejak 1 Januari 2025 agar bisa mendapatkan fasilitas ini. Insentif ini hanya dapat dimanfaatkan oleh satu orang untuk satu unit rumah atau rusun, baik oleh Warga Negara Indonesia (WNI) maupun Warga Negara Asing (WNA) yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Namun, jika seseorang sebelumnya sudah mendapatkan insentif PPN DTP dari kebijakan sebelumnya, ia tetap bisa memanfaatkan fasilitas ini untuk pembelian rumah yang lain. Sebaliknya, jika transaksi rumah dilakukan sebelum 1 Januari 2025 lalu dibatalkan, pembeli tidak dapat menggunakan insentif ini untuk unit yang sama. Rumah atau rusun yang sudah mendapatkan fasilitas pembebasan PPN lain dari peraturan perpajakan tidak bisa memperoleh insentif PPN DTP ini. Selain itu, pemerintah […]
Upload Bukti Potong Harus Melalui PIC Coretax, Tidak Bisa Langsung dari Akun WP Badan
Penerbitan bukti potong melalui Coretax DJP hanya bisa dilakukan melalui skema impersonate dari akun penanggung jawab (person in charge/PIC), tak bisa lewat akun wajib pajak badan secara langsung. Perlu diketahui, untuk penginputan itu hanya dapat menyimpan konsep/save draf. Terkait dengan tombol terbitkan/upload bukti potong, silakan melakukan impersonate dengan akun PIC atau signer ke akun coretax badan. PIC dalam Coretax DJP merupakan wajib pajak orang pribadi yang ditunjuk oleh wajib pajak badan untuk mewakilinya dalam menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan. PIC sebagai penanggung jawab juga dapat memberikan tambahan role akses (jika dibutuhkan) kepada pegawai lainnya untuk membuat draf dan penandatanganan SPT. Seorang yang menjadi PIC perusahaan atau yang diberi role akses tambahan dari perusahaannya akan masuk ke Coretax DJP dari akun wajib pajak orang pribadinya melalui impersonate wajib pajak badan, bukan dari akun wajib pajak badan. Dengan PIC (impersonate) dan penambahan role akses, wajib pajak badan akan mendapat kejelasan terkait dengan siapa orang pribadinya ataupun pihak yang diberi peran untuk menandatangani ataupun melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan badan/perusahaan. Hal ini juga untuk menghindari fraud dan sesuai dengan Pasal 52 huruf b PP 71/2019 yang menyebut bahwa tanda tangan elektronik melekat pada orang pribadi atau orang perseorangan, baik dalam kedudukannya sebagai diri sendiri atau mewakili badan usaha atau instansi. Selain bahasan mengenai coretax, ada pula beberapa topik lain yang diangkat oleh media massa pada hari ini. Di antaranya, penetapan tersangka salah satu pejabat Kementerian Keuangan, efek pemangkasan anggaran, siasat DJP untuk mengingatkan wajib pajak melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, hingga kewaspadaan RI terhadap perang dagang.
